PELAKSANAAN Pemilihan Umum (Pemilu) dari waktu ke waktu tidak bisa lepas dari proses kecurangan. Kecurangan pemilu selalu ada sejak era sebelum reformasi hingga pascareformasi saat ini.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD dalam paparanya pada acara 'Sekolah Demokrasi' yang diselanggarakan oleh Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penanganan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) menjelaskan, ada pergeseran pola kecurangan Pemilu sebelum dan setelah reformasi.
Pergeseran pola tersebut terletak pada pelaku kecurangan pemilu.
"Kalau jaman sebelum reformasi kecurangan bersifat vertikal terjadi antara pemerintah dan penyelenggara yakni Lembaga Penyelenggara Pemilu (LPU) karena sudah dipastikan pemenangnya adalah Partai Golkar. Kalau saat ini kecurangan terjadi secara horizontal atau antar partai peserta pemilu," ungkap Mahfud di Jakarta, Jumat (24/6).
Lebih lanjut Mahfud menuturkan, bentuk-bentuk kecurangan dalam pemilu yang saat ini perlu diantisipasi ialah kecurangan yang terjadi antar kontestasn. Seperti jual beli suara, politik uang, pengubahan suara, pemalsuan tanda tangan.
Kecurangan-kecurangan tersebut selalu terjadi baik dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) hingga pemilihan legislaitf (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres).
Baca juga : Poros Koalisi Mulai Mengerucut
"Supaya diingat ini adalah kecurangan horisontal antar partai. Bahkan internal partai sendiri sering berperkara. Berrati pemilu kita sudah memuat unsur kecurangan sejak dulu," jelas Mahfud.
Oleh sebab itu, menurut Mahfud pemilu dan kecurangan adalah hal yang tidak bisa dipisahkan. Akan selalu ada tuduhan-tuduhan kecurangan yang disampaikan kepada penyelenggara pemilu dalam hal ini ialah Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga pengaduan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Saya kemarin menyampaikan kepada teman di KPU saat mereka baru di lantik presiden. Apapun yang dikerjakan KPU pasti akan digugat karena memang akan ada tuduhan kecurangan," pungkasnya.
Kendati tidak bisa dipisahkan, Mahfud menilai kecurangan pemilu horisontal tidak bisa serta merta membatalkan hasil pemilu. Pemilu tidak akan selesai jika alasan kecurangan dijadikan dasar membuat hasil pemilu menjadi tidak sah.
Mahfud menyebut dalil pengadilan dalam pemilu berbeda dengan dalil dalam pengadilan pidana.
"Pengadilan pemilu itu sesuatu bisa digugat jika kecuarngan sejak awal telah dinilai signifikan. kecurangan horizontal kalau mau persis gunakan hukum matematis, pemilu tidak pernah selesai. Sejak awal pembuat UU dan hakim MK telah mengantisipasinya dengan membatasi dampak kecurangan dengan selisih yang signifikan," ujarnya. (OL-7)