Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Survei Hasilkan Pemimpin Populer, Bukan Berkualitas

Widhoroso
28/4/2022 22:17
Survei Hasilkan Pemimpin Populer, Bukan Berkualitas
Ketua DPR RI Puan Maharani.(ANTARA/Galih Pradipta)

KETUA DPP PDI-P Puan Maharani meminta kader untuk selektif dalam memilih pemimpin dan tidak terpengaruh dengan hasil survei. Puan menilai memilih pemimpin yakni dilihat dari kualitasnya, bukan popularitasnya.

Pakar komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing menyatakan sependapat dengan Puan. Ia menilai survei memakai pendekatan kuantitatif yang hanya bisa menangkap fenomena di permukaan. Hal itu membuat pendekatan itu tidak mendalam dan tidak dapat menjangkau secara kualitatif.

"Pendekatan kuantitatif yang dipakai untuk mencari pemimpin berarti mencari pemimpin yang populer, pemimpin yang pencitraan. Karena dari sudut pandang komunikasi, di situ terjadi manipulasi persepsi publik," tegasnya, Kamis (28/4).

Ia menegaskan bahwa perbincangan di sosial media termasuk dalam manipulasi persepsi publik. Sosok yang diperbincangkan di media sosial seolah-olah tokoh yang baik, berhasil, merakyat, dan populer.

Namun menurut Emrus, hal itu justru tidak harus dilakukan ketika mencari pemimpin. Sebaliknya, pemimpin yang dicari harus berkualitas.

"Justru yang harus dicari pemimpin kita yang berkualitas. Apa ukuran berkualitas? Yaitu yang kita lihat kinerjanya, sederhana untuk melihat. Pemimpin yang berkualitas mensejahterakan rakyatnya di segala bidang," tegasnya.

Menurutnya, kualitas seorang pemimpin daerah bisa dilihat dari bagus atau tidaknya pelayanan publik, tercapainya standar minimal hidup layak, bahkan termasuk kepiawaian menanggani kemacetan, dan pemerataan akses pendidikan. Baru kemudian aspek penegakan hukum.

Sebab itu, Emrus menyarankan pada lembaga survei ataupun peneliti supaya menerapkan pendekatan kualitatif dalam penelitian kepemimpinan. Karena banyak pemimpin berkualitas tidak muncul dalam survei yang dilakukan dengan pendekatan kuatitatif. Pemimpin bangsa masa depan harus dilihat dalam kaca mata kualitas.

"Kualitatif ini, salah satu dampak negatifnya adalah menggiring opini publik. Seolah-olah hanya itu yang harus dipilih, padahal itu baru pendekatan kuantitatif," tegasnya.

Dalam pandangan Emrus, setidaknya ada beberapa sosok pemimpin berkualitas, seperti Surya Paloh, Nasaruddin Umar, dan Puan Maharani.

Sementara itu, pakar komunikasi dan pemasaran politik dari UGM Nyarwi Ahmad mengungkapkan bahwa pernyataan Puan Maharani tersebut sebagai pesan terbuka untuk semua kader partai, baik yang mendukung Puan Maharani atau tidak.

"Saya kita itu bisa menjadi pesan terbuka kepada para kader PDI-P, baik yang mendukung Mas Ganjar atau bahkan yang mendukung Mbak Puan," ujar Nyarwi.

Executive Director Indonesian Presidential Studies itu mengungkapkan pesan terbuka yang dimaksud adalah para kader diminta untuk tidak silau atau patah harapan ketika elektabilitas dan popularitas tokoh yang didukung masih rendah.

"Pesan terbukanya adalah hasil survei yang ada jangan menjadikan puas atau sebaliknya. Misalnya kalau elektabilitas Mbak Puan kecil juga jangan patah harapan. Masih ada peluang untuk berusaha meningkatkan dukungan pada kader PDIP termasuk Mbak Puan," ujarnya.

Menurutnya, hasil survei yang selama ini cukup sering muncul di publik adalah soal elektabilitas dan popularitas. Pernyataan Puan bisa dimaknai agar para kader lebih bisa berpikir dan mengambil langkah strategis untuk meningkatkan kinerja.

"Saya kira itu hal yang bagus Mbak Puan menyampaikan hal itu agar berpikirnya lebih strategis. Tidak silau pada aspek-aspek popularitas dan elektabilitas. Jauh di bawah itu ada banyak hal yang bisa berguna untuk pengembangan partai, memperkuat kinerja partai, atau memperluas daya jangkau partai ke masyarakat," tegasnya. (RO/OL-15)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Widhoroso
Berita Lainnya