JARINGAN Aktivis Kemanusiaan Internasional (JAKI) turut menanggapi Laporan Praktik Hak Asasi Manusia (HAM) di berbagai negara yang salah satunya Indonesia, oleh Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (Kemlu AS).
Koordinator Eksekutif JAKI, Yudi Syamhudi Suyuti menjelaskan, kerangka dasar substansial ini tidak membahas satu per satu kasus, akan tetapi lebih pada bagaimana penyelesaian kasus-kasus HAM sedang dijalankan melalui beberapa program dari sistem yang berada dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Penguatan kelompok masyarakat sipil dan komunitas ini menjadi penting dalam mewujudkan penguatan demokrasi dan Hak Asasi Manusia," kata Yudi.
Persoalan HAM di Polri, menjadi salah satu yang disoroti oleh JAKI. Menurut Yudi, proses transformasi Kepolisian saat ini sedang terjadi.
Di mana pasca masa-masa awal proses demokratisasi di Indonesia, yang sebelumnya Kepolisian berada di bawah institusi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), kemudian terjadi pemisahan institusi dan untuk melengkapi perlengkapan demokrasi tersebut, sistem Kepolisian menggunakan Democratic Policing System (Pemolisian dalam Sistem Demokratis).
Pada awalnya, kata dia sistem kepolisian ini berjalan baik, namun di belakangan hari, terjadi beberapa kegagalan ketika sistem kepolisian demokratis tersebut dimanfaatkan oleh para pemenang demokrasi.
Kegagalan ini menurut dia sebenarnya hampir terjadi banyak negara di dunia, dan pada tahun 2019 seperti terjadi arus protes besar-besaran atas gagalnya Kepolisian dalam mengedepankan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh sebagian besar kelompok masyarakat sipil secara global.
"Hal ini bersamaan dengan terjadinya polarisasi kekuatan politik demokrasi melawan kekuatan politik otokrasi yang proses pemilihannya dilakukan melalui demokrasi politik pemilihan umum," ungkapnya.
Selain itu, melalui Badan Reserse Kriminal (Bareskrim), penanganan persoalan menyangkut pelanggaran kejahatan kemanusiaan dalam bidang keuangan ekonomi khusus, lingkungan hidup, perdagangan manusia, kejahatan siber, dalam konteks peretasan dan pencurian data pribadi, Polri juga menjalankan fungsinya secara responsif.
Terkait masalah penindakan UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) yang berlatar belakang politik ataupun kritik sosial, kritik terhadap pemerintah, Polri mengedepankan penyelesaian melalui pendekatan restorative justice. Begitu juga dengan kejahatan umum lainnya.
"Dan dalam menjalankan fungsinya, saat ini Polri membangun Hubungan Masyarakat melalui Divisi Humas, Polri memperkuat partisipasi masyarakat sebesar-sebesarnya," terangnya.
"Bahkan juga untuk penanganan kasus-kasus di luar kehumasan, seperti dalam penindakan tindak pidana ekonomi khusus, partisipasi publik menjadi relasi Polri yang diperkuat dengan kelompok masyarakat sipil," pungkasnya. (OL-13)
Baca Juga: Akademisi UI Tanggapi Kekerasan Seksual Tentara Rusia di Ukraina