Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
MORATORIUM eksekusi mati di Indonesia yang sudah berlangsung sejak 2017 tidak berhubungan dengan tuntutan yang diajukan jaksa penuntut umum terhadap terdakwa di persidangan. Demikian disampaikan Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita Simanjuntak.
Menurutnya, tuntutan jaksa dan moratorium eksekusi mati harus dilihat sebagai dua hal yang berbeda. "Bukan karena ada moratorium sehingga tidak bisa diajukan tuntutan mati," katanya melalui keterangan tertulis, Rabu (12/1).
Barita berpendapat tuntutan mati masih legal diajukan jaksa karena masih menjadi hukum positif dalam KUHP maupun Undang-Undang lainnya secara yuridis.
Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa tidak dilaksanakannya eksekusi mati dalam beberapa tahun belakangan ini disebabkan oleh faktor yuridis dan non yuridis. Faktor yuridis, lanjut Barita, terkait dengan upaya hukum yang mesti ditaati oleh Kejaksaan.
Baca juga : Kejagung Terima Surat Penyidikan Ferdinand Hutahean
"Kejaksaan berkewajiban menunggu dan memastikan semua langkah-langkah hukum, upaya hukum telah tuntas dilaksanakan dan tidak ada yang masih gantung atau belum ada keputusan," jelas Barita.
Sementara faktor non-yuridis adalah pengaruh eksternal yang berkaitan dengan hubungan antara Indonesia dan negara lain. Seperti diketahui, beberapa negara telah menghapus hukuman mati dalam rangka melindungi hak hidup.
"Namun tentu saja hal ini adalah kedaulatan hukum kita dan dengan berbagai pertimbangan bisa ditunda tetapi tidak berarti dibatalkan," tandasnya.
Teranyar, tuntutan mati diajukan oleh jaksa penuntut umum kepada Herry Wirawan, uztaz Pesantren Tahfidz Madani. Ia diseret ke meja hijau atas dakwaan rudapaksa terhadap 13 santriwati hingga melahirkan. Jaksa juga meminta agar Herry dijatuhi hukuman tambahan kebiri. (OL-7)
Berkat kolaborasi tersebut, Bapenda Kabupaten Bekasi sepanjang 2024 berhasil menagih pajak mencapai Rp83 miliar
Presiden Prabowo Subianto meneken Perpres Nomor 66 Tahun 2025 tentang Pelindungan Negara terhadap Jaksa dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi Kejaksaan Republik Indonesia.
TNI tidak boleh masuk ke dalam substansi penegakan hukum yang dilakukan oleh kejaksaan, karena itu bukan tugas dan fungsinya.
Keterlibatan TNI dalam pengamanan kejaksaan hanya dapat dilakukan dalam situasi tertentu. Bukan sebagai pengamanan yang bersifat rutin atau melekat setiap hari.
Penempatan jumlah prajurit TNI bakal menyesuaikan kebutuhan masing-masing satuan kejati dan kejari.
Ketua Komisi I DPR Utut Adianto merespons soal kebijakan pengamanan oleh prajurit TNI untuk Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved