Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

MA Longgarkan Remisi Koruptor, Jokowi Didesak Terbitkan PP Baru

Dhika Kusuma Winata
02/11/2021 16:27
MA Longgarkan Remisi Koruptor, Jokowi Didesak Terbitkan PP Baru
Aksi bertema "Penjara Mewah Koruptor" di depan gedung KPK.(ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

PUTUSAN Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan PP Nomor 99 Tahun 2012 terus menuai sorotan. Aturan ketat pemberian remisi terhadap narapidana korupsi dipandang relevan dan tetap dibutuhkan. Di tambah lagi, penegakan hukum belum berjalan ideal membuat koruptor kerap mendapat hukuman yang jauh dari maksimal.

"Kita masih punya masalah dalam penegakan hukum. Kemudian ada gap luar biasa antara satu sanksi pidana yang satu dengan yang lainnya. Ada banyak sekali tentang sentencing guidelines untuk pidana korupsi tapi belum sepenuhnya dijalankan. Jadi begitu banyak sekali kerusakan harus kita akui," kata pengajar Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera Bivitri Susanti dalam diskusi daring, Selasa (2/11).

Menurut Bivitri, pengetatan pemberian pengurangan hukuman pada PP 19/2012 lazim sebagai suatu kebijakan hukum suatu negara. Dia mengatakan tidak ada rumus yang bisa berlaku untuk semua dan negara-negara lain pun memiliki kebijakan masing-masing. Menurutnya, komitmen pemberantasan korupsi menjadi persoalan ketika tidak ada lagi syarat ketat remisi koruptor.

Baca juga: Kejagung Lelang Aset Eddy Tansil Seharga Rp4,318 Miliar

"Sebagai kebijakan hukum sebuah negara maka ada kelaziman yaitu penerapannya akan sangat terkait dengan sistem hukum yang berjalan di negara itu. Artinya harus dilihat apakah suatu negara itu hukum acara sudah diterpakan konsisten atau tidak. Di Amerika era Donald Trump juga ada gelombang pengurangan hukuman yang luar biasa karena presidennya ingin politik hukumnya begitu," kata dia.

Meski PP tersebut dibatalkan MA, Bivitri berpendapat hal itu sejatinya tidak berpengaruh kepada UU Pemasyarakatan. Menurutnya, pengetatan remisi dalam formula lain masih dimungkinkan dibuat dalam PP baru. Dia mengingatkan MA dalam perkara itu hanya memutus terkait PP dan bukan UU. Adapun pengujian UU menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi.

"UU Pemasyarakatan tidak terikat oleh putusan ini. Ingat ini putusan terhadap peraturan pemerintah, ini bukan putusan Mahkamah Konstitusi. Sehingga masih bisa ada yang dilakukan. Kita bisa buat PP lagi walaupun saya terus terang saja pesimistis dengan pemerintahan yang sekarang," kata Bivitri.(OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya