Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
ANGGOTA bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Mohammad Choirul Anam, mengatakan masa tunggu hukuman mati yang terlalu lama bagi terdakwa adalah persoalan serius untuk dituntaskan dalam konteks hak asasi manusia.
Menurut dia dalam webinar “Masa Tunggu Hukuman Mati: Menunggu Grasi atau Eksekusi”, Jakarta, hari ini, lamanya masa tunggu terdakwa hukuman mati adalah bagian dari praktik yang melanggar konvensi anti-penyiksaan, terlebih ketika terminologinya diperluas ke ranah psikologi karena masa tunggu hukuman mati yang lama ini dapat berdampak menyerang psikologi para terdakwa.
Ia juga membagikan hasil riset Komnas HAM pada 2019 yang menunjukkan banyaknya terdakwa hukuman mati masih menunggu masa eksekusinya, bahkan di atas 20 tahun.
“Yang menunggu masa eksekusi mati di atas 20 tahun angkanya 5 orang,” kata dia.
Baca juga: Kapolri: Jangan Ragu Pecat Anggota yang Melanggar!
Selain itu, tercatat sejumlah 25 orang telah menantikan eksekusi mati lebih dari 15 sampai 20 tahun di penjara. Ada 38 orang terdakwa menunggu selama lebih dari 10 hingga 15 tahun. Kemudian untuk masa tunggu di atas lima hingga 10 tahun, ada 88 orang.
Oleh karena itu, dalam webinar yang diselenggarakan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat untuk menyoroti ketidakpastian hukum seorang terdakwa di antara menunggu eksekusi mati atau diberi grasi, dia mengatakan, Komnas HAM secara tegas menolak hukuman mati. Mereka juga menilai tindakan itu tidak dapat diterapkan di Indonesia.
Menurut dia, ada beberapa langkah yang lebih penting untuk dilakukan terkait penghukuman.
Misalnya, dalam konteks kasus penyalahgunaan narkotika sebagai ranah yang paling banyak menjatuhkan hukuman mati, dia berpendapat, langkah hukum seperti membongkar jaringan dan merampas semua harta benda terdakwa lebih penting untuk dilakukan.
Sementara terkait penindakan kasus korupsi, dimintainya pertanggungjawaban terdakwa, transparansi penyelesaian perkara, bahkan perbaikan tata kelola negara lebih bermanfaat untuk dilakukan daripada hukuman mati.(OL-4)
Pihaknya sudah melakukan gelar perkara yang melibatkan ER, warga Kecamatan Cisompet, Kabupaten Garut menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan dan mutilasi.
Persidangan tersebut dilakukan dengan sidang teleconference yang dihadiri Jaksa Penuntut Umum dan para terdakwa yang didampingi.
Mereka diduga membantu Cai Changpan dalam upayanya kabur pada 14 September lalu.
Ferdy mengatakan sanksi tegas itu menjadi contoh bagi anggota kepolisian lainnya agar tidak mendekati dan mengulangi kasus serupa.
Pada bulan Maret 2021, kedua terdakwa ditangkap dengan barang bukti sabu seberat 264,618 kilogram yang rencananya akan diantar ke Gunung Sindur, Kabupaten Bogor.
Pelaku dua kali merencanakan pembunuhan terhadap FF. Namun, rencana tersebut gagal. Kemudian, pada Kamis (10/2) kemarin, rencana pembunuhan akhirnya dapat dilakukan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved