Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
KOMISI untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai panglima TNI yang akan menggantikan Marsekal TNI Hadi Tjahjanto memikul tugas berat. Sebab terdapat sejumlah pekerjaan rumah yang harus diperbaiki panglima TNI yang baru termasuk menekan tingginya angka kekerasan oleh oknum TNI.
"Panglima TNI selanjutnya memilki pekerjaan berat dalam memimpin institusi beberapa tahun ke depan. Pergantian panglima tak boleh hanya menjadi agenda yang sifatnya formalistik belaka, melainkan harus menjadi momentum perbaikan tubuh TNI," ujar Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti saat memaparkan keterangan secara virtual dengan tajuk Pergantian Panglima TNI, Presiden dan DPR Harus Meninjau Masalah pada Tubuh TNI, Kamis (16/9).
Menurut dia, menjelang masa pensiun Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, berbagai nama muncul yang digadang menggantikannya sebagai panglima TNI. Panglima TNI baru, dituntut memperbaiki catatan buruk yang ditorehkan Hadi Tjahjanto selama periode 2017-2021.
"Catatan ini kami lakukan sebagai bagian dari partisipasi publik dalam turut serta memperkuat alat negara dari perspektif hak asasi manusia. Catatan evaluatif ini menggunakan perspektif hak asasi manusia yang kami analisis berdasarkan aturan hukum nasional dan internasional dengan penggunaan data terbuka, baik melalui pemantauan media maupun pengaduan kasus yang masuk ke Kontras," paparnya.
Fatia menjelaskan sepanjang kepemimpinan Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, KontraS melakukan pemantauan terhadap sejumlah langkah, keputusan, atau kebijakan pada tubuh TNI yang berdampak pada hak asasi manusia.
Baca juga : Kasus Bupati Banjarnegara, KPK Periksa Sejumlah Pengusaha
Secara umum, selama kurang lebih tiga tahun terhitung dari Januari 2018 hingga Agustus 2021, Kontras mencatat jumlah kasus kekerasan yang dilakukan oleh TNI mencapai 227 peristiwa. Adapun peristiwa kekerasan tersebut meliputi penganiayaan, penyiksaan, penembakan, tindakan tidak manusiawi, intimidasi, penangkapan sewenang-wenang, bisnis keamanan, penggusuran paksa, okupasi lahan, dan kejahatan seksual.
Catatan pemantauan tersebut juga menunjukkan pola relasi kuasa yang tidak berubah dari waktu ke waktu. Adapun tindakan terbanyak adalah penganiayaan sebanyak 151 kasus diikuti oleh intimidasi dengan 57 kasus. Setiap tahunnya, peristiwa kekerasan terus didominasi oleh matra TNI Angkatan Darat dengan 288 kasus.
"Di samping itu, pola kekerasan yang berulang tersebut juga menunjukkan mekanisme pengawasan yang masih lemah terhadap sikap prajurit di lapangan, baik pelanggaran etik, pelanggaran disiplin, maupun pelanggaran pidana," urainya.
Fatia mengatakan, Kontras juga menyoroti sejumlah langkah kontraproduktif terhadap reformasi sektor keamanan yang berkonsekuensi pada kondisi kebebasan sipil. Bentuknya dapat dilihat dari wacana revisi UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI yang memperbolehkan penempatan militer aktif pada jabatan sipil, pelibatan TNI dalam penanganan terorisme, penerapan UU Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN) yang memperbesar peran TNI tanpa mengatur batasannya, militerisme di Papua, konflik agraria antara petani dan TNI, hingga pelibatan TNI yang berlebihan dalam penanganan pandemi covid-19.
Dalam kerangka kebijakan publik, keterlibatan luas dari TNI dalam ranah sipil berimplikasi pada tata kelola pemerintahan yang baik karena menutup ruang bagi instansi atau stakeholder yang berwenang. Juga berpotensi terjadi konflik kepentingan pada beberapa hal, seperti pengambilan keputusan penting yang melibatkan prajurit atau aset TNI.
"Sejumlah catatan di atas menggambarkan bahwa Panglima TNI selanjutnya memilki pekerjaan berat dalam memimpin institusi beberapa tahun ke depan. Beberapa permasalahan harus segera dibenahi demi TNI yang professional, transparan dan akuntabel sebagai bagian dari upaya perwujudan agenda reformasi sektor keamanan," pungkasnya. (OL-2)
KANTOR Kontras di Jalan Kramat II, Kwitang, Jakarta Pusat didatangi tiga orang tidak dikenal pada Minggu (16/3) dini hari, sekitar pukul 00.16 WIB
KETUA Komisi I DPR RI Utut Adianto menyikapi adanya kritik dan aksi protes yang disampaikan Koalisi Masyarakat Sipil, khususnya KontraS terhadap revisi UU TNI.
KOORDINATOR Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) Dimas Bagus Arya Saputra mengaku mendengar Revisi UU TNI akan disahkan sebelum Lebara 2025.
Jika revisi undang-undang (RUU) TNI disahkan, peran militer dalam tata kelola negara dan urusan sipil akan semakin besar.
Pemangkasan anggaran sebaiknya tak dilakukan karena memberikan dampak buruk bagi penuntasan kasus HAM di Indonesia.
Kontras mencatat bahwa Kepolisian masih menempati klasemen teratas sebagai institusi dengan peristiwa penyiksaan terbanyak
Usman mendesak agar komisi I DPR turut memanggil Panglima TNI untuk meminta penjelasan terkait urgensi dan signifikansi penggerakan personel di kejaksaan.
Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto mengatakan pihaknya akan segera memanggil Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto buntut peristiwa ledakan amunisi
ANGGOTA Komisi I DPR Oleh Soleh mendesak adanya investigasi menyeluruh terhadap kasus ledakan dalam kegiatan pemusnahan amunisi kedaluwarsa di Garut. Komisi I ingin memanggil panglima TNI
JENDERAL (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan membantah kabar menyebut Presiden Prabowo Subianto menegur Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto karena memutasi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo
Putra Wakil Presiden keenam Try Sutrisno itu sempat menjadi satu dari 237 perwira tinggi TNI yang terdampak rotasi jabatan dan dimutasi sebagai staf ahli Kepala Staf TNI Angkatan Darat.
Dalam orasinya, Prabowo berkelakar bahwa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo serta Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto tak akan diganti-ganti.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved