Headline
Sebaiknya negara mengurus harga barang dulu.
INDONESIAN Corruption Watch (ICW) melaporkan pimpinan KPK, Lili Pintauli Siregar ke Bareskrim Mabes Polri. Hal ini terkait dengan dugaan pelanggaran hukum Pasal 36 dan 65 UU 30/2002 jo UU 19/2019 tentang KPK. Terkait adanya komunikasi terlapor dengan pihak lain yang sedang menjalani perkara di KPK.
"Dan itu bukan hanya melanggar kode etik. Tapi juga melanggar hukum. Maka dari itu kami melaporkan ke Bareskrim Polri perbuatan Lili tersebut," kata Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana, di Bareskrim Mabes Polri, Rabu (8/9).
ICW berharap Kapolri dapat memerintahkan jajaran untuk mengusut laporan ini dengan tuntas. Karena ia sudah memastikan adanya bukti permulaan yang cukup.
"Sehingga kami berharap Lili Pintauli Siregar segera ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri," jelasnya.
Lebih lanjut dijelaskan, perbuatan Wakil Ketua KPK tersebut sudah sepatutnya diberikan sanksi hukum pidana. Hal ini berdasarkan pasal 36 dan 65 UU KPK dan memungkinkan untuk dilaporkan ke ranah pidana.
"Karena faktanya sudah terang benderang dalam persidangan Dewan Pengawas (Dewas) KPK disebutkan secara eksplisit, Lili berkomunikasi dengan mantan Walkot Tanjungbalai M. Syahrial. Apalagi perbincangan itu terkait perkara," ungkapnya.
Sehingga menurutnya sudah tidak ada alasan bagi Bareskrim Polri untuk tidak meneruskan atau mengeluarkan dalih argumentasi yang tidak masuk akal. Lantaran UU yang mengatur sudah ada dan tinggal dijalankan saja oleh penegak hukum.
Sebagai informasi, pelanggaran etik Lili ke ranah pidana mengacu pada Pasal 65 dan Pasal 36 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Pasal 36 berisi aturan yang melarang pimpinan KPK berhubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka.
Kemudian, Pasal 65 berbunyi setiap anggota KPK yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar mengaku menerima putusan Dewan Pengawas (Dewas) KPK berupa pemotongan gaji sebesar 40% selama 12 bulan.
Itu usai terbukti melanggar etik karena berkomunikasi dengan Wali Kota nonaktif Tanjungbalai M Syahrial yang tengah diusut KPK atas dugaan jual beli jabatan di lingkungan Pemkot Tanjungbalai.
"Saya menerima tanggapan Dewas (Dewan Pengawas), saya terima tidak ada upaya-upaya lain, terima kasih," kata Lili usai mendengarkan putusan Dewas KPK di Kantor Dewas KPK, Jakarta, Senin (30/8).
Lili mengaku tidak akan melakukan upaya lain untuk membela diri. Lili akan menerima sanksi berat dari Dewas berupa pemotongan gaji 40% selama setahun.
Diketahui, Dewas KPK memutuskan menjatuhkan sanksi berat terhadap wakil Ketua KPK, Lili Pintauli berupa pemotongan gaji sebesar 40% selama 12 bulan.
Dewas menyatakan Lili terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku yakni berkomunikasi dengan Wali Kota nonaktif Tanjungbalai, M. Syahrial yang tengah diusut KPK atas dugaan jual beli jabatan di lingkungan Pemkot Tanjungbalai. (Hld/OL-09)
ICW menilai pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto tanpa pertimbangan matang dan berbahaya bagi penegakan hukum kasus korupsi.
Pemilu adalah proses demokrasi yang diselenggarakan sedemikian rupa dengan anggaran tidak sedikit dan harus dijaga integritasnya.
Banyak niat jahat yang disepakati hakim terjadi, berdasarkan uraian vonis yang dibacakan.
Dalam kasus ini, jaksa menuduh Hasto melakukan perintangan penyidikan dan dituntut 7 tahun bui.
INDONESIA Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar penggeledahan terkait kasus korupsi dugaan korupsi proyek pembangunan jalan Sumut.
ICW heran dengan langkah majelis hakim Pengadilan Tipikor yang menjatuhkan hukuman terhadap mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar lebih rendah dari tuntutan JPU
Pemprov DKI tidak akan memberi perlindungan terhadap siapa pun yang terbukti bersalah, termasuk jika pelaku berasal dari internal perusahaan milik daerah.
Transparansi dan keterbukaan menjadi prinsip yang tak bisa ditawar-tawar di era saat ini.
POLRI menegaskan komitmennya dalam mengimplementasikan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) secara komprehensif. Selain menjalankan fungsi penegakan hukum,
Autopsi dari Rumah Sakit Bhayangkara menemukan tanda-tanda kekerasan yang signifikan, di antaranya patah tulang belakang,
Korban ditemukan tak bernyawa di dasar kolam renang.
Mekanisme tersebut sangat rentan terhadap abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan dan nihil kontrol maupun akuntabilitas.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved