Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Setara Institute Kritik Komnas HAM terkait TWK Pegawai KPK

Dhika Kusuma Winata
18/8/2021 19:05
Setara Institute Kritik Komnas HAM terkait TWK Pegawai KPK
Ketua Setara Institute Hendardi(Antara/Wahyu Putro A)

KETUA Setara Institute Hendardi mengkritisi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia terkait hasil penyelidikan tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hendardi menyebut persoalan alih status ASN pegawai KPK itu merupakan ranah tata usaha negara serta administrasi sehingga bukan wilayahnya Komnas HAM. 

"Dalam kasus pengaduan alih status ASN, produk kerja KPK yang berupa keputusan tata usaha negara dan administrasi negara bisa saja dipersoalkan, misalnya melalui PTUN untuk keputusan tata usaha negara maupun judicial review ke Mahkamah Agung atas Peraturan KPK No 1 Tahun 2021 jika dianggap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dua isu ini jelas bukan domain kewenangan Komnas HAM," kata Hendardi melalui keterangannya, Rabu (18/8). 

Sebelumnya, Komnas HAM menuntaskan pemantauan dan kajian atas pengaduan sejumlah pegawai KPK terkait proses alih status menjadi ASN. Menurut Hendardi, Komnas HAM memang berwenang melakukan kerja pemantauan dan pengkajian berdasarkan kewenangannya pada Pasal 79 dan Pasal 89 UU Nomor 39 Tahun 1999. 

"Akan tetapi, produk kerja Komnas HAM bukanlah produk hukum yang projustisia yang harus ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. Sebagai sebuah rekomendasi, Komnas HAM dipersilakan untuk membawa produk kerjanya kepada pemerintah dan juga DPR," kata mantan panitia seleksi calon pimpinan KPK 2019-2023 itu. 

Menurutnya, siapapun boleh mengkaji dan memantau kinerja institusi negara. Akan tetapi, imbuhnya, harus dilihat apakah itu domain kewenangannya atau sebatas partisipasi merespons aduan warga negara. 

Baca juga : KPK Usut Kasus Gratifikasi Pemkab Lampung Utara

Hendardi melanjutkan tindakan institusi negara pertama harus dilihat dasar kewenangannya. Jika tidak ada kewenangan, katanya, produk tersebut bisa dianggap tidak berdasar. Hendardi menilai Komnas HAM membuang-buang waktu dan terjebak pada kasus-kasus yang populer. 

Dia menyarankan perlunya Komnas HAM merancang visi baru, strategi baru, termasuk kewenangan baru sehingga kehadirannya bisa lebih berdampak bagi pemajuan dan perlindungan HAM. 

Pasalnya, kata Hendardi, produksi standar norma yang dibuat Komnas HAM tidak memberikan efek perubahan pengarusutamaan HAM dalam tata kelola pemerintahan. Demikian juga produksi rekomendasi yang dinilainya nyaris tidak memberikan dampak pada upaya perlindungan HAM kelompok rentan, terdiskriminasi, masyarakat adat, kelompok kepercayaan dan lainnya. 

"Di tengah keterbatasan prestasi Komnas HAM periode 2017-2022, Komnas HAM rajin mengambil peran sebagai hero (pahlawan) dalam kasus-kasus populer. Fakta pelanggaran HAM yang nyata dan bisa disidik dengan menggunakan UU 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, justru tidak dikerjakan Komnas HAM," tudingnya. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya