Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
PEMBENTUKAN Undang-Undang No11/2020 tentang Cipta Kerja dianggap menabrak ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
Ahli dari pemohon yakni Dosen Fakultas Hukum Universitas Negeri Pembangunan Veteran Jakarta Wicipto Setiadi meskipun terjadi penolakan dari berbagai pemangku kepentingan utama seperti buruh dan kelompok lainnya dalam pembentukan UU Cipta Kerja. Namun, UU itu tetap disahkan.
Ia juga menjelaskan, semua UU harus mengikuti apa yang ditentukan dalam Undang-Undang No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, termasuk UU Cipta Kerja.
" Mestinya UU ini menerapkan standar baku, pasti. Ahli tidak mempersoalkan metode Omnibus Law tetapi karena sudah ada UU 12/2011 maka proses, teknik, dan pembentukannya harus mengacu hal itu. Jadi jangan ditabrak-tabrak," ujarnya dalam sidang pleno pengujian UU yang digelar secara darimg di Gedung MK, Jakarta, Kamis (12/8)
Apabila pembuat UU tidak ingin mengikuti ketentuan dalam UU 12/2011, imbuhnya, seharusnya UU 12/2011 ikut dilakukan revisi atau diubah sebelum dilakukan pembahasan UU CK. Hal lain, ujar Wicipto, pembuat UU juga bisa mengeluarkan peraturan pemerintah (Perppu) mengubah UU No.12/2011 dan menyatakan pada lampirannya. Proses pembentukan UU Cipta Kerja, menurut ahli dianggap tidak memenuhi azas-azas yang diatur dalan peraturan perundang-undangan yang baik.
UU, menurut ahli harus diusulkan oleh pejabat pembentuk yang tepat. "Setiap peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh pejabat berdasarkan pembagian kewenangan yang jelas, menteri sebagai pembantu presiden dengan portofolio. Berdasarkan pengalaman ahli belum pernah menteri tanpa portofolio menjadi pemerakarsa UU oleh karena itu patut dipetanyakan apakah menteri koordinator bidang perekonomian tepat menjadi pemerakarsa UU Cipta Kerja," paparnya.
Baca juga : Pengamat Prihatin Rutan Dan Lapas Malah Aman Berbisnis Narkotika
Selain itu, UU harus memenuhi azas lainnya yaitu dapat dilaksanakan. Sehingga setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas dalam masyarakat dan azas keterbukaan guna memberikan kesempatan pada publik untuk memberi masukan. Ahli lainnya, yang merupakan Dosen Hukum di Universitas Brawijaya Aan Eko Widiarto berpandangan, pengujian formil terhadap UU Cipta Kerja berkaitan dengan proses pembentukan UU tersebut.
Ia menjelaskan bahwa adanya perubahan pada UU Cipta Kerja pasca disetujui di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama pemerintah, membuat UU ini inkonstitusional dikarenakan tidak memenuhi tahapan peraturan pembentukan perundang-undangan.
"Konsekuensinya apabila RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden, berbeda dengan yang disampaikan adalah cacat formil sehingga batal demi hukum," tutur ahli. Berbeda dengan Wicipto, Aan mengatakan UU Cipta Kerja menurutnya tidak tepat disebut sebagai UU karena bentuk, format, dan strukturnya tidak sesuai dengan diatur aturan perundang-undangan.
"Judul UU Cipta Kerja merupakan judul baru, bukan UU perubahan, namun dalam batang tubuh bentuk formatnya UU perubahan. Kalau dianggap RUU baru dalam judul, tidak ada tulisan yang menyebutkan " UU tentang perubahan". Namun jika dilihat dari format, isi UU Cipta Kerja merupakan UU perubahan," paparnya.
Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams menanyakan terkait lahirnya UU Cipta Kerja yang menggunakan metode omnibus law atau menggabungkan banyak isu dalam satu perubahan. Ia bertanya metode itu merupakan siasat pembentuk UU, atau capaian belum pernah terpikir sebelumnya. " Karena masalah yang diatur cukup diselesaikan UU yang sektoral," ucapnya.
Sementara Hakim Konstitusi Saldi Isra terus mendesak pemerintah memberikan keterangan yang komprehensif bukan hanya keterangan tertulis. Ia juga meminta pemerintah memberikan tambahan mengenai berapa lama durasi mereka membahas UU Cipta Kerja sampai selesai. Lalu, ia meminta data pembanding negara yang juga menggunakan metode omnibus law misalnya Kanada yang menggabungkan 13 UU sekaligus.
"Negara-negara yang dipilih (untuk komparasi) dijabarkan bagaimana partisipasi publiknya, berapa lama diselesaikan tentu akan lebih berguna bag kami supaya apple to apple bagi proses di Indonesia," papar dia.
Permohonan uji formil UU Cipta Kerja diajukan oleh banyak pihak antara lain organisasi buruh, serikat pekerja, hingga pekerja migran. (OL-2)
Supremasi sipil dalam UU TNI belum sepenuhnya mencerminkan prinsip-prinsip demokrasi, khususnya dalam situasi jika terjadi kekosongan jabatan Presiden dan Wakil Presiden.
Empat orang mantan komisioner DKPP memohon supaya DKPP dipisahkan dari Kementerian Dalam Negeri dan nomenklaturnya diubah.
MAHKAMAH Konstitusi (MK) dijadwalkan menggelar sidang perdana atas uji materi Undang-Undang Nomor 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) siang ini, Jumat (25/4).
Ke-29 musisi dalam permohonan ini meminta agar Pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta dinyatakan inkonstitusional dan tidak berkekuatan hukum.
Ketentuan Pasal 18 ayat (1) UU MK tersebut tidak menentukan secara jelas mengenai jumlah komposisi hakim konstitusi perempuan dan laki-laki.
Banyaknya angka nol yang terdapat dalam mata uang rupiah oleh Pemohon dinilai sebagai hal yang tidak efisien.
PENAIKAN rerata Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 yang ditetapkan pemerintah sebesar 6,5% tak akan berdampak banyak pada peningkatan kesejahteraan buruh atau masyarakat
Pihaknya bakal mematuhi hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 168/PUU-XX1/2023 yang memerintahkan agar kluster ketenagakerjaan dikeluarkan dari Undang-Undang Cipta Kerja
Kenaikan upah pada 2025 diyakini akan menentukan perekonomian di tahun depan.
Terdapat beberapa hal yang dibicarakan dari dialog tersebut, di antaranya terkait tidak adanya kewajiban untuk menetapkan kenaikan upah minimum 2025 pada 21 November 2024
Aturan mengenai upah minimum pekerja belum dapat dipastikan kapan akan terbit. Itu karena formulasi penghitungan upah masih dalam pembahasan.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Putih Sari menyambut baik sikap pemerintah yang responsif terhadap putusan MK soal UU Cipta Kerja
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved