Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Kekuatan Penjaga 2/3 Wilayah Indonesia Jauh dari Ideal

Cahya Mulyana
11/7/2021 08:03
Kekuatan Penjaga 2/3 Wilayah Indonesia Jauh dari Ideal
Personel Badan Keamanan Laut (Bakamla) melakukan patroli keamanan dan keselamatan laut di wilayah pesisir pantai Manado, Sulawesi Utara.(ANTARA/Adwit B Pramono)

POTENSI kekayaan laut Indonesia yang berlimpah tidak terjaga dengan baik karena keterbatasan jumlah kapal dan personel penjaga. Maka tidak jarang bangsa lain berupaya mencurinya dari Ibu Pertiwi.

Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI yang ditugaskan negara untuk melindungi keamanan dan keselamatan 2/3 wilayah NKRI itu hanya memiliki 10 kapal. Idealnya, institusi yang dikomandoi Laksamana Madya TNI Aan Kurnia ini sepatutnya memiliki 77 kapal.

Akibat kekurangan armada, Bakamla harus rela kucing-kucingan menangkal para pencuri kekayaan laut yang tersebar di total luas 3,25 juta kilometer persegi dan 2,55 juta kilometer persegi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).

Baca juga: Korupsi Rp25 M, Dituntut 5 Tahun, Edhy Prabowo: Saya Tidak Salah

"Bakamla baru memiliki 10 kapal. Kalau hitungan ideal minimal 77 kapal untuk mengcover luas lautan Indonesia," kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Protokol Bakamla RI Kolonel Bakamla Wisnu Pramandita kepada Media Indonesia, Minggu (11/7).

Menurut dia, Bakamla memiliki satu kapal ukuran 110 meter yakni Kapal Negara (KN) Tanjung Datu, tiga kapal ukuran 80 meter KN Pulau Nipah 321, KN Pulau Marore 322, KN Pulau Dana 323. Kemudian enam kapal ukuran 48 meter KN Bintang Laut, KN Ular Laut, KN Gajah Laut, KN Singa Laut, KN Belut Laut, KN Kuda Laut.

Tahun ini, kata dia, Indonesia Coast Guard/Bakamla belum memperoleh penambahan kapal. Rencananya armada baru akan dialokasikan pada 2022.

Meskipun secara jumlah armada masih terbatas, Wisnu mengatakan Bakamla tidak pantang surut dalam menghalau setiap tindak kriminal di laut. "Keterbatasan tentu menurunkan kemampuan kehadiran di laut," terangnya.

Kucing-kucingan

Tetapi, kata dia, keterbatasan ini kerap dimanfaatkan pihak yang berupaya mengambil potensi laut Nusantara. Kapal ikan asing (KIA) kerap ditemui saat patroli karena mengetahui bahwa jumlah armada Bakamla belum mampu mengcover laut Indonesia.

"Dengan tidak mampu hadir di laut maka seperti di perairan Natuna Utara kemudian menjadi longgar, bisa saja ada KIA asing masuk," jelasnya.

Wisnu mengungkapkan Bakamla kerap berjibaku dengan kapal asing yang ingin melanggar hukum. Sejumlah kapal anomali biasa ditemukan dan sulit untuk digiring keluar wilayah Indonesia karena keterbatasan armada.

"Atau pengamatan kita di alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) ada kapal berperilaku anomali tapi kita akhirnya tidak bisa intersept karena posisi kapal ada di sektor yang jauh," paparnya.

Terbaru kata dia, Bakamla berupaya mengusir kapal anomali lewat MT Maran di ALKI III. Saat diperintahkan keluar, kapal pelanggar patuh dengan bergerak ke selatan Ternate.

Tapi setelah diamati kemudian mereka berperilaku anomali di perairan Arafuru dekat NTT yang sudah jauh dari posisi MT Maran.

"Mereka tidak ngeyel karena lanjut bergerak menuju Australia. Tapi selama 4 hari mereka masih di ALKI bagian selatan. Seandainya ada armada di ALKI itu pasti kita bisa intersep lagi sampai keluar," ungkapnya.

Wisnu memaparkan, institusi lain yang berwenang untuk membantu Bakamla banyak memiliki kapal. Meski demikian sulit untuk menjalankan koordinasi antarlembaga meskipun sudah sering diperintahkan regulasi dan kepala negara.

"Tidak mudah, kita membuat operasi bersama, K/L lain sulit mendukung kapal patroli untuk bergabung dalam operasi bersama karena dua alasan. Alasan pertama mereka sudah punya program patroli, kedua, kapalnya terbatas," ungkapnya.

Pemerintah, kata dia, tengah mencari jalan keluar untuk penguatan kerja sama antarlembaga dalam mendukung keamanan dan keselamatan di laut. Itu melalui Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Tata Kelola Penegakan Hukum, Keamanan dan Keselamatan di Laut.

Bakal regulasi itu, masih dalam tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM.

"Akibatnya Bakamla belum dapat menggabungkan kekuatan untuk menghalau setiap potensi pelanggaran di laut secara ideal," pungkasnya.

Dihubungi terpisah, Kepala Bagian Humas dam Kerja sama Kementerian Hukum dan HAM Tubagus Erif Faturahman mengatakan RPP itu belum masuk tahap harmonisasi. Sejauh ini prosesnya masih analisa kelengkapan dari bagian administrasi.

"Belum proses harmonisasi," pungkasnya. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya