Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Publik Tak Inginkan Jokowi Jadi Presiden Tiga Periode

Putra Ananda
20/6/2021 15:55
Publik Tak Inginkan Jokowi Jadi Presiden Tiga Periode
Presiden RI Joko Widodo.(Biro Pers Sekretariat Presiden/Kris)

BERDASARKAN survei yang dikakukan oleh Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) mayoritas publik tidak setuju apabila Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjabat sebagai presiden selama tiga periode.

Sebesar 74% masyarakat menghendaki agar aturan yang mengatur masa jabatan presiden maksimal dua kali tetap dipertahankan.

"Secara umum (52,9%) publik tidak setuju apabila Presiden Jokowi kembali menjadi calon presiden untuk ketiga kalinya," jelas Direktur Komunikasi Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) Ade Armando saat memaparan secara virtual hasil survei terhadap amandemen presidensialisme dan DPD, Minggu (20/6).

Ade menjelaskan pada tingkat dasar, 74% publik ingin presiden 2 periode saja. Namun ketika disodorkan nama Jokowi untuk kembali menjadi calon pada 2024, jawaban para pendukung '2 periode' nampak goyah. Hal ini menunjukkan bahwa Jokowi masih memiliki pengaruh yang kuat terhadap publik.

"Banyak yang goyah sehingga tidak lagi 74% yang menolak Jokowi kembali menjadi calon meskipun yang menolak Jokowi menjadi calon tetap mayoritas sebanyak 52,9%," paparnya.

Adapaun Jumlah publik yang setuju Jokowi menjabat presiden selama 3 periode hanya 40,2%. Sementara yang tidak mejawab dalam survei tersebut sebanyak 6,9%.

Sementara itu, jika dilihat dari latar belakang pemilih berdasarkan partai, massa PDIP merupakan massa pemilih terbanyak sebesar 66% yang mengingikan Jokowi menjabat presiden selama 3 periode.

Sementara massa pemilih Gerindra, Demokrat, dan PKS menjadi massa pemilih partai yang paling banyak menolak gagasan Jokowi 3 periode.

"Pendapat bahwa Jokowi harus maju untuk ketigakalinya tidak disetujui terutama oleh massa pemilih Gerindra (78%), PKS (78%), Demokrat (71%)," paparnya.

Menanggapi hasil survei tersebut dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua MPR dari Fraksi PDIP Ahmad Basarah menuturkan bahwa gagasan untuk mengembalikan Garis Besar Haluan Negara (GBHN) merupakan gagasan yang penting.

Hal tersebut dibutuhkan agar proses pembangunan bangsa yang tidak keluar dari garis haluan meski adanya pergantian presiden.

"Kita butuh GBHN agar proses pembangunan bangsa bisa berkelanjutan untuk mencegah ego sektoral ketika ada pergantian pemimpin yang bisa menghentikan pembangunan bangsa," pungkasnya.

Basarah menjelaskan saat ini konstitusi belum mengatur tentang sanksi bagi presiden yang tidak melanjutkan program pembangunan dari presiden sebelumnya. Oleh karena itu muncul gagasan oleh MPR agar pemimpin terpilih tidak boleh keluar dari road map nasional yang sudah disepakati di MPR.

"Jadi kalau Pak Jokowi bilang pindah ibu kota dan presiden berikutnya bilang batalkan ya tidak ada larangan apa-apa. Yang diatur nanti ialah pokok-pokok haluan negara," paparnya. (Uta/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya