Headline
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.
SIDANG kasus dugaan korupsi suap Bansos dengan terdakwa eks Menteri Sosial Juliari Peter Batubara (JPB) terus bergulir. Saksi-saksi mulai mengungkap fakta-fakta terkait dugaan suap sebesar Rp32,48 miliar yang dituduhkan kepada JPB.
Rencananya, dalam persidangan hari ini, Senin (31/5), jaksa penuntut umum (JPU) akan menghadirkan kedua mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) Kementerian Sosial Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW). Kedua saksi tersebut diduga merupakan saksi kunci kasus ini.
Menanggapi hal itu, Kuasa Hukum JPB Maqdir Ismail mengatakan pihaknya telah menyiapkan beberapa pertanyaan kunci terkait kasus yang menyeret kliennya. Namun sampai sejauh ini belum ada kesaksian yang menyebutkan adanya aliran uang ke JPB.
"Dalam surat dakwaan hanya diterangkan secara global angka yang diterima JPB, tapi tidak pernah diterangkan sumber dari uang yang diberikan dan diterima oleh JPB," kata Maqdir dalam keterangannya.
Ia menyebut langkah jaksa menghadirkan MJS dan AW bagian dari upaya mengubah peta kesaksian yang selama ini tidak berpihak kepada surat dakwaan. Pihaknya tak gentar.
"Tentu saja sah dilakukan JPU," imbuh Maqdir.
Segala persiapan pun dilakukan. Pihaknya akan mendalami detail soal penerimaan uang dan alurnya hingga JPB. Termasuk pula sumber dan pemberi uang yang dimaksudkan JPU.
"Menggali kebenaran keterangan tentang penerimaan uang yang selalu dikatakan diberikan atau diterima oleh JPB sesuai dengan surat dakwaan," tegas Maqdir.
Baca juga: KPK Selisik Distributor Bansos Covid-19 Bandung Barat
Apalagi angka yang dinyatakan dalam Surat Dakwaan dinilai cukup besar, sementara dari pengakuan para saksi di BAP, uang yang mereka serahkan hanya sedikit. Berdasarkan BAP, uang yang diserahkan para saksi ke MJS adalah sebesar Rp7.510.000.000 termasuk dari dua terpidana kasus ini sekaligus pemberi suap yakni Harry van Sidabuke (HVS) dan Ardian Iskandar Maddanatja (AIM).
"Sedangkan dalam surat dakwaan dari HVS sebanyak Rp1.280.000.000 dan dari AIM Rp1.950.000.000 dan kemudian dari vendor lain Rp29.252.000.000," papar Maqdir.
Melihat angka yang sangat timpang ini, lanjut Maqdir, tentu akan menggali secara baik, terutama dari Matheus Joko Santoso.
"Justru kami berharap keterangan MJS dan AW akan semakin memperkuat keterangan para saksi yang sudah menerangkan bahwa tidak ada uang yang diterima JPB," ujar dia.
Sebelumnya, terpidana kasus suap pengadaan bansos penanganan covid-19, HVS menyatakan tidak pernah memberikan komitmen fee kepada JPN.
Dia mengakui, permintaan fee hanya datang dari MJS.
"Tidak diteruskan untuk JPB. Seperti sudah saya jelaskan, permintaan itu memang dari pak Joko tidak ada dari Pak JPB," kata HVS saat bersaksi di PN Tipikor Jakarta, Senin (24/5).
Dalam persidangan, HVS pun mengakui mengenal sosok Kukuh Ariwibowo yang merupakan staf ahli Menteri Sosial. Dia mengaku dikenalkan kuasa pengguna anggaran (KPA) Kemensos Adi Wahyono kepada Kukuh.
Bahkan Adi sempat meminta dirinya untuk menemui Kukuh.
"Hanya disampaikan ke Pak Adi main-main ke atas main ke Pak Kukuh kenalan," ujar HVS.
Meski demikian, HVS menyebut tidak pernah memberikan uang atau membahas kuota pengadaan bansos kepada Kukuh. Karena dia hanya bertemu satu kali dengan Kukuh.
"Saya hanya bertemu pak Kukuh satu kali, apalagi terkait masalah kuota nggak pernah," cetus HVS.
HVS yang mengaku pernah bertemu langsung dengan JPB saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke gudang sembako. Pertemuan itu berlangsung di gudang PT. Mandala Hamonangan Sude.
Ia mengklaim, pada pertemuan itu JPB tidak pernah membahas soal kuota maupun fee pengadaan bansos.
"Nggak pernah mendengar (fee bansos)," tutur HVS.(OL-5)
Khofifah diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengelolaan dana hibah untuk pokmas di lingkungan Pemerintah Provinsi Jatim tahun anggaran 2021–2022.
Mantan Menteri ESDM Arifin Tasrif diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk penyelidikan terkait pengelolaan mineral atau pertambangan di wilayah Indonesia bagian timur.
Budi mengungkapkan bahwa KPK juga akan membuka peluang untuk memanggil langsung Menteri UMKM Maman Abdurrahman terkait isi surat mengenai kunjungan istrinya, Agustina Hastarini, ke Eropa.
KPK juga menyita empat kontrakan dan kos-kosan terkait kasus ini. Aset itu ditaksir senilai Rp3 miliar.
Fadlul memberikan informasi kepada penyelidik KPK sampai pukul 19.20 WIB. Menurut dia, pertukaran informasi antara instansi dan penegak hukum wajar dilakukan.
Asep enggan memerinci nama-nama tersangka, sampai penahanan dilakukan. Kasus ini lama diselesaikan karena penghitungan kerugian negara belum rampung.
Pemerintahakan mencabut pemberian bantuan sosial (bansos) bagi para penerima manfaat yang terbukti menggunakannya untuk bermain judi online (judol).
IDAK ada kata lain selain miris setelah mendengar paparan PPATK terkait dengan temuan penyimpangan penyaluran bantuan sosial (bansos).
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menanggapi kekhawatiran soal potensi penyalahgunaan Bantuan Subsidi Upah (BSU) termasuk untuk praktik judi online (judol),
PPATK mengungkap ada 571.410 nomor induk kependudukan (NIK) yang terdaftar sebagai penerima bantuan sosial (bansos) ternyata tercatat sebagai pemain judi online
Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, mengungkapkan masih banyak penerima bansos yang mengalami kesulitan dalam mencairkan dana karena masalah maladministrasi
Ketentuan itu tidak berlaku jika penyebab meninggal karena terlibat aksi kriminal, terkena HIV/AIDS, dan bunuh diri.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved