Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

MK Tolak Gugatan Pilkada Sumbawa dan Kotabaru

Fachri Audhia Hafiez
19/3/2021 10:50
MK Tolak Gugatan Pilkada Sumbawa dan Kotabaru
Ilustrasi--suasana sidang di Mahkamah Konstitusi(ANTARA/Reno Esnir)

MAHKAMAH Konstitusi (MK) menolak permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHPkada) Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. MK menolak seluruh permohonan pemohon.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (18/3).

PHP Bupati Sumbawa tercatat pada nomor perkara 102/PHP.BUP-XIX/2021.

Baca juga: Sengketa Pilkada, Massa dari Banjarmasin Menanti Putusan MK

Gugatan ini diajukan pasangan calon (paslon) nomor urut 5 Syarafuddin Jarot dan Mokhlis.

Pemohon mendalilkan adanya dua pemilih tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT), yaitu Soni Kardariadi dan Deristyanto. Keduanya disebut melakukan pencoblosan di tempat pemungutan suara (TPS) 11 Kelurahan Bugis, Kecamatan Sumbawa.

Setelah mendalami dalil itu, mahkamah menemukan fakta hukum dua pemilih tersebut benar telah melakukan pencoblosan di tempat yang dimaksud. Keduanya juga tidak tidak terdaftar dalam DPT di TPS itu.

Menurut Mahkamah, hal itu bukan merupakan pelanggaran pelaksanaan pemilihan. Kendati tidak terdaftar, keduanya berstatus tahanan Polres Sumbawa dan masih mempunyai hak pilih.

Kedua pemilih itu difasilitasi untuk mencoblos di TPS yang wilayah kerjanya meliputi kantor Polres Sumbawa. MK berkesimpulan dalil tidak beralasan menurut hukum.

Berikutnya, PHP Bupati Kotabaru yang diajukan paslon nomor urut dua, Burhanudin dan Bahrudin. Gugatan paslon yang maju perseorangan ini tercatat pada nomor perkara 43/PHP.BUP-XIX/2021.

Pemohon mendalilkan terdapat pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Pelanggaran itu berupa politisasi birokrasi dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan paslon nomor urut satu Sayed Jafar dan Andi Rudi Latif.

Menurut mahkamah, seharusnya temuan pelanggaran itu diajukan lebih dulu ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) setempat, tidak langsung ke MK. Sejumlah dalil yang diajukan pemohon juga tidak dipertimbangkan lebih lanjut.

MK menilai dalil-dalil yang dijelaskan pemohon tidak ada relevansinya. Mahkamah berkesimpulan dalil-dalil itu tidak beralasan menurut hukum. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya