Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
SETELAH mengalami penundaan karena belum menunjuk penasihat hukum, Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) Hiendra Soenjoto akhirnya menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan. Sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta diikuti Hiendra secara virtual dari Rutan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur.
Dalam surat dakwaannya, jaksa penuntut umum (JPU) KPK menyebut bahwa Hiendra telah memberikan uang Rp45.726.955.000 ke mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurrachman. Uang tersebut diberikan melalui menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono antara tahun 2014 sampai 2016.
Menurut JPU KPK, uang yang diberikan oleh Hiendra dimaksud untuk pengurusan dua perkara hukum yang melilit dirinya. Keduanya adalah gugatan perjanjian sewa menyewa depo container milik PT KBN di Kelurahan Marunda, Jakarta Utara dan gugatan melawan Azhar Umar terkait dengan sengketa kepemilikan saham PT MIT.
"Atas permohonan terdakwa, kemudian Nurhadi dalam jabatannya selaku Sekretaris Mahkamah Agung RI yang mempunyai kewenangan di antaranya melakukan pembinaan dan pelaksanaan tugas di lingkungan Mahkamah Agung dan Pengadilan di semua lingkungan Peradilan, bersama Rezky Herbiyono mengupayakan pengurusan permasalahan hukum," kata JPU KPK Gina Saraswati, Jumat (22/1).
Baca juga: Listyo Usung Program Presisi, Kompolnas: Harus Tepat Sasaran
Gugatan PT MIT terhadap PT KBN diajukan Agusutus 2010. Pada Maret 2011, Pengadilan Negeri Jakarta Utara mengabulkan gugatan tersebut dan menghukum PT KBN membayar ganti rugi material kepada PT MIT sebesar Rp81,7 miliar. Sengketa itu terus bergulir hingga tingkat kasasi di MA.
Pada Agustus 2013, MA memutus untuk menghukum PT MIT membayar ganti rugi sebesar Rp6,8 miliar. Dalam putusannya, MA menilai pemutusan perjanjian sewa menyewa depo container adalah sah. Hiendra lantas meminta bantuan Rezky untuk mengurus perkaranya melawan PT KBN.
Sementara itu, terhadap gugatan Azhar Umar berkaitan dengan rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) dan perubahan komisaris PT MIT, Hiendra juga meminta bantuan Nurhadi melalui Rezky. Hasilnya, Pengadilan Jakarta Psat menolak gugatan yang diajukan Azhar Umar. Karena Azhar terus melakukan upaya hukum hingga tingkat kasasi di MA, Hiendra mendesak Nurhadi dan Rezky agar dapat memenangkan perkara yang dihadapinya.
JPU KPK menjelaskan pemberian uang tersebut disamarkan seolah-olah ada perjanjian kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTM) antara Hiendra dan Rezky. Setidaknya, tercatat 21 transaksi yang dilakukan atas nama Rezky maupun anak buahnya.
Uang yang telah diterima Nurhadi dan Rezky selanjutnya digunakan antara lain untuk pembelian lahan sawit di Padang Lawas senilai Rp2 miliar, beberapa tas merek Hermes senilai Rp3,2 miliar, mobil Land Cruiser, Lexus, Alphard, dan aksesorisnya senilai Rp4,6 miliar, hingga membayar utang sejumlah Rp10,9 miliar.
Dalam perkara ini, Hiendra didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a UU Tipikor jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP subsider Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Atas dakwaan yang telah dibacakan oleh JPU KPK, penasihat hukum Hiendra, Andrea Ryanldo, mengatakan akan mengajukan nota keberatan. "Kami akan mengajukan eksepsi Yang Mulia," tandasnya. (OL-4)
KUBU Setnov mengaku tidak puas dengan putusan peninjauan kembali yang memangkas hukuman menjadi penjara 12 tahun enam bulan, dari sebelumnya 15 tahun. Setnov dinilai pantas bebas.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menyayangkan keputusan Mahkamah Agung (MA) yang mengurangi masa tahanan eks Ketua DPR Setya Novanto (Setnov).
KPK komentari Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan peninjauan kembali dan mengurangi hukuman mantan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov).
HUKUMAN terhadap narapidana kasus KTP-E Setya Novanto (Setnov) yang dipangkas oleh Mahkamah Agung (MA) di tingkat kasasi.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyayangkan putusan Peninjauan Kembali (PK) yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung (MA) terhadap terpidana kasus korupsi KTP-E Setya Novanto.
Pengurangan hukuman pidana yang diterima mantan Ketua DPR RI Setya Novanto dalam kasus korupsi KTP-E dapat memberikan efek negatif pada pemberantasan korupsi
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved