Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
JAKSA Pinangki Sirna Malasari memohon agar majelis hakim mengampuni perbuatannya dalam kasus dugaan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Joko Tjandra. Hal itu disampaikan Pinangki saat membacakan nota pembelaan (pledoi) di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Saya mohon diberikan pengampunan dan mohon diberikan kesempatan untuk dapat segera kembali kepada keluarga dan menjalankan pekerjaan utama saya sebagai seorang ibu bagi anak saya Bimasena," kata Pinangki sambil terisak, Rabu (20/1).
Pinangki memulai pleidoinya dengan menyebut bahwa ia berasal dari keluarga sederhana. Pertemuan dengan almarhum Djoko Budihardjo pada 2000, suami pertamanya, membawa Pinangki mampu berkuliah dan bekerja di institusi kejaksaan. Bahkan, ia juga berhasil melanjutkan kuliah sampai program doktoral.
Mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejagung itu mengakui perjalanan kariernya di Korps Adhyaksa biasa-biasa saja. Ia juga tidak pernah menduduki jabatan strategis. Kendati demikian, ia mengatakan tetap bersyukur karena telah menjadi satu-satunya jaksa di keluarga.
"Karena itu tidak mungkin bagi saya untuk mengkhianati institusi kejaksaan yang sangat saya cintai ini dengan cara menghindarkan seorang buronan untuk dilakukan eksekusi," ujar Pinangki.
Dalam pembelaannya, Pinangki menegaskan bahwa sejak awal pertemuannya dengan Joko Tjandra, ia selalu meminta terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali itu untuk menjalani eksekusi badan terlebih dahulu. Setelah itu, upaya hukum bisa dilaksanakan oleh pengacara Anita Kolopaking.
Pinangki menyebut dirinya sangat merasa bersalah atas perbuatan yang telah dilakukan. Pada kesempatan tersebut, ia sekaligus meminta maaf kepada institusi kejaksaan, anak, keluarga, serta sahabat-sahabatnya. Ia juga menyesali perbuatannya yang disebut telah menghancurkan hidupnya sendiri.
"Dari lubuk hati yang paling dalam, saya menyampaikan bahwa perbuatan yang tidak pantas dan tercela, membuat saya mempermalukan institusi kejaksaan, membuat saya mempermalukan seluruh keluarga saya, membuat saya harus kehilangan kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anak saya satu-satunya Bima pada masa pertumbuhannya," papar Pinangki.
"Membuat saya tidak lagi pantas disebut sebagai anak kebanggaan orangtua saya, membuat saya pada akhirnya akan dipecat dari pekerjaan saya sebagai jaksa apabila terbukti bersalah dalam persidangan yang mulia ini," imbuhnya.
Dalam sidang sebelumnya, JPU menuntut Pinangki dengan hukuman pidana empat tahun penjara dan denda Rp500 juta. JPU menyimpulkan perbuatan Pinangki bertentangan dengan Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 3 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dan Pasal 15 jo Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam perkara ini, Pinangki berperan mengurus fatwa MA melalui Kejaksaan Agung agar pidana dua tahun penjara Joko Tjandra berdasarkan putusan PK No 12 Tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi. JPU menjelaskan Pinangki telah menerima uang muka sebesar US$500 ribu dari US$1 juta yang telah dijanjikan Joko Tjandra.
Pinangki menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dari sebagian besar hasil tindak kejahatan korupsinya. Uang tersebut antara lain digunakan Pinangki untuk ditukarkan ke dalam rupiah, membeli satu unit mobil BMW X5, pembayaran sewa apartemen dan dokter kecantikan di Amerika Serikat, pembayaran kartu kredit, maupun membayar sewa dua apartemen di Jakarta.
Selain itu, Pinangki juga dinilai telah melakukan permufakatan jahat untuk memberi hadiah atau janji berupa US$10 juta kepada pejabat di Kejagung dan MA guna mengurus fatwa MA agar Joko Tjandra. (OL-14)
Kejaksaan Agung membantah diksi jaminan yang dikeluarkan oleh Wilmar International Limited terkait uang Rp11,8 triliun yang sudah disita penyidik.
MARCELLA Santoso diduga dijadikan kambing hitam terkait konten negatif soal Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI dan aksi Indonesia Gela.
Kejaksaan Agung melakukan penyitaan Rp11,8 triliun dari Wilmar Group terkait perkara tindak pidana korupsi fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO).
Mayjen TNI Kristomei Sianturi juga menambahkan bahwa TNI akan mengedepankan sinergi dengan kepolisian, kejaksaan, serta instansi terkait lainnya,
JAM-Pidsus Kejaksaan Agung menyita uang senilai Rp2 miliar dari hakim Djuyamto yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara korupsi minyak goreng
JAM-Pidsus Kejaksaan Agung menyita sejumlah aset milik PT Orbit Terminal Merak yang nantinya bakal disita untuk negara terkait dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang
Reny Halida Ilham Malik tercatat dikenal salah satu hakim yang menyunat hukuman jaksa Pinangki Sirna Malasari dari 10 tahun penjara menjadi 4 tahun bui di tingkat banding.
Napoleon tidak diberikan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) sebagai anggota Polri walau terbukti melakukan korupsi.
Berikut deretan jaksa yang terjerat dalam kasus hukum.
Pernyataan itu menanggapi diperolehnya hak pembebasan bersyarat bagi para narapidana tindak pidana korupsi (tipikor) yang salah satunya mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari.
"Pinangki Sirna Malasari telah diberhentikan secara tidak hormat baik sebagai jaksa maupun pegawai negeri sipil atau aparatur sipil negara Kejaksaan RI."
Keputusan pemecatan Pinangki itu berdasarkan Keputusan Jaksa Agung RI Nomor 185 Tahun 2021 tanggal 06 Agustus 2021.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved