Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Timbulkan Masalah Konstitusional

Tri Subarkah
18/1/2021 02:05
Timbulkan Masalah Konstitusional
Anggota Dewan Pembina Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraeni.(MI/Susanto)

DESAIN keserentakan pemilu dipastikan menjadi salah satu klausul yang akan masuk dalam revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 55/PUU-XVII/2019 ada intinya membuat pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR, dan anggota DPD secara serentak tak bisa dipisahkan. Selain itu, MK juga memberikan enam alternatif model pemilu serentak yang dinilai konstitusional.

Adanya wacana pemisahan antara pileg dan pilkada masih menjadi polemik bagi Indonesia. Lalu bagaimana Perludem sebagai pengawas pemilu menanggapi hal tersebut, Wartawan Media Indonesia berhasil mewawancarai Anggota Dewan Pembina Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraeni.

Berikut Petikan wawancaranya.

 

 

Bagaimana Perludem memandang wacana pemisahan antara pileg dan pilpres?

Putusan MK No 55/PUU-XVII/2019 menyebutkan tafsir pemilu serentak tidak mutlak hanya dimaknai sebagai pemilu lima kotak seperti Pemilu 2019 sebagaimana diatur dalam putusan MK terdahulu No 14/PUU-XI/2013. Namun, MK sangat tegas mengatur rambu-rambu bahwa tafsir pembuat UU atas pemilu serentak tidak boleh memisahkan antara pemilu presiden dan wakil presiden, anggota DPR, dan anggota DPD. Keserentakan itu harus dilakukan pemungutan suaranya pada hari, waktu, dan tempat yang sama.

Mestinya pilihan pemilu serentak memperhatikan persyaratan yang dibuat MK tersebut. Tujuan desain pemilu nasional memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR, dan anggota DPD bertujuan memperkuat sistem presidensial yang dianut Indonesia sebagai sistem pemerintahan yang dianut Indonesia.

 

Apa dampak yang dirasakan apabila pileg dan pilpres dipisah?

Konsekuensi apabila pemilu DPR dipisah dengan pemilu presiden dan wakil presiden selain menimbulkan problem konstitusional, juga bisa membuat terganggunya stabilitas penyelenggaraan pemilu karena pasti UU Pemilu akan langsung menuai gugatan di MK dan bisa memengaruhi pelaksanaan tahapan pemilu.

Kalau pileg nasional dan pilpres dipisah, dari sisi parpol pasti akan lebih diuntungkan sebab ada konsolidasi proses pemenangan antara caleg nasional dan caleg daerah.

 

Apa yang ditawarkan Perludem mengenai polemik tersebut?

Idealnya, melihat beban kerja, desain ketatanegaraan dalam rangka mendorong efektivitas pemerintahan, serta mendorong politik gagasan yang lebih optimal, Perludem sejak lama mendorong pemilu serentak nasional dan pemilu serentak daerah dengan masa jeda 2 sampai 2,5 tahun sehingga pemilu serentak nasional (memilih DPR, DPD, dan Presiden) pada 2024, lalu pemilu serentak daerah memilih DPRD dan kepala daerah pada awal 2027.

Saya juga mengusulkan penataan rekrutmen penyelenggara pemilu. Tidak seperti sekarang tersebar dan bahkan tidak sejalan tahapan penyelenggaraan pemilihan. (Tri/P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya