Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Pelanggaran Politik Uang Paling Masif pada Pilkada 2020

Indriyani Astuti
16/12/2020 02:30
Pelanggaran Politik Uang Paling Masif pada Pilkada 2020
Komisioner Bawaslu Koordinator Divisi Penindakan, Ratna Dewi Pettalolo.(MI/PIUS ERLANGGA)

PILKADA 2020 tinggal menunggu hasil perhitungan suara. Namun, dugaan tindak pidana pemilihan yang tengah ditangani Bawaslu terus berjalan.

“Saat ini terdapat isu besar yang ditangani, yakni dugaan politik uang, netralitas aparatur sipil negara, dan pelanggaran kampanye di luar jadwal,” ujar Komisioner Bawaslu Koordinator Divisi Penindakan Ratna Dewi Pettalolo.

Menurut catatan Bawaslu, dugaan pelanggaran politik uang menjadi yang terbanyak 104 perkara, lalu dugaan pelanggaran netralitas ASN berjumlah 21 perkara, dan pelanggaran kampanye di luar jadwal sebanyak 11 perkara.

Dugaan pelanggaran politik uang terjadi di banyak wilayah yang melangsungkan pilkada serentak, yakni Provinsi Lampung, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, Sumatra Utara, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Barat, Sumatra Barat, Jambi, Bengkulu, Banten, Nusa Tenggara Timur, Bangka Belitung, dan Riau.

Adapun kabupaten paling banyak dugaan pelanggaran politik uang ialah Lampung Tengah berjumlah 32 perkara. Data Bawaslu per 10 Desember 2020 menunjukkan, terdapat 147 laporan dugaan pelanggaran politik uang dan 64 temuan. “Setiap hari bisa saja sudah berubah, tapi belum update dari provinsi,” ujar Dewi.

Dari aduan tersebut, sebanyak 27 perkara sudah diteruskan ke penyidik, 78 perkara masih dalam proses pengawas pemilu, dan 106 perkara dihentikan pengawas pemilu.

Selain itu, imbuh Dewi, dari 12 perkara yang ada di tingkat penuntuan, sebanyak 9 perkara sudah diteruskan ke pengadilan, serta 3 perkara masih diproses penuntut umum. Perkara dugaan politik uang yang tengah disidangkan sebanyak 9. Dewi menjelaskan 3 perkara masih dalam proses persidangan dan 6 perkara sudah ada putusan dari pengadilan.

Kementerian Dalam Negeri pun sudah melakukan kajian terhadap Pilkada 2005-2020. Menurut Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendagri Agus Fatoni, kajian tersebut diminta dilakukan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam mengevaluasi pilkada.

“Pilkada tidak hanya mengakomodasi hak politik rakyat dan hak perorangan, tetapi juga diharapkan bisa menciptakan demokrasi yang ber kuali tas,” jelas Dewi.

Kajian melibatkan sejumlah organisasi, antara lain Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI), pemantau pemilu, yakni Yayasan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Center of Strategic International Relation Studies (CSIS), dan lain-lain. Adapun hal-hal yang menjadi fokus kajian, terangnya, antara lain terkait dengan pencalonan, pembiayaan pilkada, metode pemilihan, serta wacana kemungkinan pelaksanaan pilkada asimetris. (Ind/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya