Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Kemendagri Evaluasi Pilkada Tahun 2005-2020

Indriyani Astuti
15/12/2020 12:35
Kemendagri Evaluasi Pilkada Tahun 2005-2020
Kabalitbang Kemendagri Agus Fatoni(Dok.Puspen Dagri )

KEMENTERIAN Dalam Negeri (Kemendagri) melakukan kajian terhadap penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) 2005 hingga 2020. Menurut Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri Agus Fatoni, kajian tersebut diminta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam mengevaluasi pilkada.

"Pilkada tidak hanya sekadar mengakomodasi hak politik rakyat, dan hak perorangan, tetapi diharapkan bisa menciptakan demokrasi yang berkualitas," ujarnya melalui keterangan pers, Selasa (15/12).

Kajian, imbuhnya, melibatkan sejumlah organisasi antara lain Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI), pemantau pemilu yakni Yayasan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Center of Strategic International Relation Studies (CSIS), dan lain-lain. Adapun fokus kajian, terangnya, antara lain terkait pencalonan, pembiayaan pilkada, metode pemilihan, serta wacana kemungkinan pelaksanaan Pilkada asimetris.

Baca juga: Presiden Jokowi Masuk Daftar Tokoh Muslim Berpengaruh di Dunia

Peneliti CSIS Arya Fernandes mengatakan, sudah ada upaya pemerintah dalam menciptakan biaya politik lebih murah bagi calon kepala daerah seperti bantuan alat peraga kampanye dan fasilitas kampanye (debat publik). Tetapi, Undang-Undang No 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota, dianggap belum adaptif dengan perkembangan pembiayaan kampanye. 

Rektor Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Prof Djohermansyah Djohan juga mengusulkan pilkada asimetris. Berbeda dengan pilkada langsung, pilkada asimetris adalah sistem yang memungkinkan adanya perbedaan pelaksanaan mekanisme pilkada antar daerah. Perbedaan tersebut bisa muncul dikarenakan suatu daerah memiliki karakteristik tertentu seperti kekhususan dalam aspek administrasi, budaya ataupun aspek strategis lainnya.

“Pilkada asimetris dapat menjadi wujud suksesi kepemimpinan politik bertingkat. Misalnya, bupati/wali kota terbaik menjadi gubernur,” ujarnya.

Pilkada asimetris juga sempat dikemukakan Mendagri Tito Karnavian. Pasalnya selama penyelenggaraan pilkada langsung, politik uang yang dilakukan para calon kepala daerah, dianggap tidak memberikan pendidikan politik yang baik bagi masyarakat.

Sementara itu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga sedang melakukan revisi terhadap paket undang-undang pemilu termasuk Rancangan UU tentang perubahan atas UU 7 nomor 2017 tentang Pemilihan Umum. (P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya