Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Ranperpres TNI Harus Ditinjau Ulang

Cahya Mulyana
18/11/2020 04:15
Ranperpres TNI Harus Ditinjau Ulang
Komisioner Komnas HAM, Amiruddin Al Rahab.(MI/SASKIA ANINDYA PUTRI)

RANCANGAN Peraturan Presiden (Ranperpres) pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme dinilai bisa mengacaukan sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Kabid Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengatakan, amanat reformasi sudah tegas meletakkan TNI sebagai alat pertahanan negara.

Menurut Isnur, pemisahan tugas TNI dan Polri itu penting serta sudah dipayungi sistem hukum yang terpisah. Polri tunduk pada hukum pidana atau hukum sipil, sedangkan TNI pada hukum militer.

“Ranperpres itu perlu dikritisi. Ini mengancam kehidupan HAM di Indonesia karena memberikan mandat yang sangat luas dan berlebihan kepada TNI. Apalagi tidak diikuti mekanisme akuntabilitas militer yang jelas untuk tunduk pada sistem peradilan umum. Jadi cek kosong. Jika terjadi kesalahan dalam operasi yang mengakibatkan terlanggarnya hak-hak warga negara, mekanisme pertanggungjawabannya menjadi tidak jelas,” katanya dalam webinar nasional Institut Demokrasi Republikan dengan tema Menimbang pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme: Perspektif hukum dan HAM, kemarin.

Hadir dalam webinar itu Amiruddin Al Rahab selaku Komisioner Komnas HAM, Peneliti Militer Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Muhammad Haripin, dan pengamat politik Arta Wisnuardi. Isnur tidak membantah bahwa TNI bisa dilibatkan. Namun, sifatnya hanya perbantuan.

Pelibatan TNI kontraterorisme, lanjutnya, memungkinkan terjadinya tumpang-tindih aturan dan kewenangan dengan penegak hukum. Menurutnya, sudah ada 10 aturan terkait dengan terorisme di Indonesia.

Amir Al Rahab sebagai Komisioner Komnas HAM mengatakan tak banyak orang yang mengikuti pembahasan Ranperpres pelibatan TNI karena cenderung tidak transparan dan tidak melibatkan publik dalam pembahasannya.

“Semestinya baik pemerintah maupun DPR mengundang banyak pihak untuk pembahasan soal ini. Kita ini butuh informasi yang utuh tentang dinamika dari aksi teror di Indonesia,” jelas Amir Al Rahab.

Muhamad Haripin mengemukakan kalau payung perpres ini banyak problemnya dan potensi tumpang-tindih sangat besar. Karena itu, ia pun berpesan kepada pemerintah agar mau menerima masukan masyarakat. Kata dia, yang kena imbas dari perpres ini bukan saja masyarakat, melainkan juga para prajurit di lapangan.

Sementara itu, Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Feri Kusuma menilai pemerintah harus meninjau ulang ranperpres itu karena kurang independen dan akuntabilitas.

“Ranperpres ini diharapkan tidak bertentangan dan tumpang-tindih serta merusak hukum sehingga laik ditunda pembahasan untuk ditinjau ulang,” katanya. (Cah/P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya