Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Nurhadi tidak Ajukan Eksepsi

Tri Subarkah
23/10/2020 03:40
Nurhadi tidak Ajukan Eksepsi
Ilustrasi -- Tersangka mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi seusai menjalani pemeriksaan, di gedung KPK, Jakarta, Selasa (30/6)(MI/SUSANTO )

MANTAN Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, memutuskan tidak mengajukan eksepsi seusai sidang perdana terkait dengan dugaan gratifikasi pengurusan perkara di MA. Hal itu disampaikannya setelah hakim ketua Saifudin Zuhri bertanya mengenai kejelasan surat dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Saya sampaikan saya tak ajukan eksepsi. Saya mohon keadilan yang seadil-adilnya karena semua dakwaan yang didakwakan ke para terdakwa ini semua tidak benar. Nanti saya akan buktikan,” kata Nurhadi di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, kemarin.

JPU mendakwa keduanya dengan dakwaan kumulatif. Dakwaan pertama terhadap Nurhadi dan Rezky terkait dengan dugaan suap yang diperoleh dari Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) Hiendra Soenjoto antara 2014-2016 untuk membantu pengurusan perkara di MA.

Suap lainnya dari Hiendra kepada kedua terdakwa dilakukan untuk memenangkan gugatan yang diajukan Azhar Umar di PN Jakarta Pusat terkait dengan akta nomor 116 tertanggal 25 Juni 2014 tentang rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) PT MIT.

“Bahwa untuk pengurusan perkara tersebut di atas, terdakwa I (Nurhadi) melalui terdakwa II (Rezky) telah menerima uang dari Hiendra Soenjoto seluruhnya sejumlah Rp45.726.955.000,” jelas Wawan.

Dakwaan kedua terkait dengan dugaan gratifikasi dari lima orang yang berperkara di lingkungan pengadilan, baik di tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali. Wawan menyebut total gratifikasi yang diterima dalam kurun waktu 2014 sampai 2017
mencapai Rp37,2 miliar.

Tanpa TPPU

JPU tidak mendakwakan Nurhadi ataupun Rezky dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). Menurut Wawan, pihaknya masih akan melakukan pendalaman terhadap bukti-bukti. Kendati demikian, dalam dakwaan yang dibacakan, tergambar uang hasil dugaan gratifikasi tersebut digunakan untuk membeli beberapa hal.

Misalnya, lahan sawit di Padang Lawas senilai Rp2 miliar, tas Hermes Rp3,262 miliar, sejumlah pakaian sejumah Rp396 juta, mobil Land Cruiser, Lexus, Alphard beserta aksesori sejumlah Rp4,604 miliar, dan jam tangan Rp1,4 miliar. Wawan menjelaskan penjabaran tersebut masuk ke dalam Pasal 12B UU Tipikor.

“Satu alat bukti tidak bisa digunakan untuk mendakwakan dua perkara yang sama. Andaikan nanti ada TPPU kan bukan terkait yang ini, mungkin ada yang lain. Karena ini kan 12B, jadi penerimaan gratifikasinya sudah jelas, tinggal masuk TPPU-nya nanti dikembangkan dari tindak pidana asal yang mana,” terang Wawan. “Apakah perkara yang sudah didakwakan sekarang ataukah perkara yang baru lagi,” tandasnya.

Sementara itu, pengacara Nurhadi, Maqdir Ismail, mengatakan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) KPK tidak masuk akal. Maqdir Ismail menyebut hal itu terkait dengan angka uang suap yang diduga diterima kliennya pada dakwaan pertama dari Dirut PT MIT Hiendra Soenjoto.

“Dari sisi angka yang suap saja tidak mungkin. Penggunaan uang dalam bentuk pecahan seperti yang didakwakan tidak masuk diakal. Tidak mungkin akan ada hitungan seperti ini,” kata Maqdir melalui keterangan tertulis, kemarin. (P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya