Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

RUU Masyarakat Hukum Adat Masuki Tahap Harmonisasi

Uta/P-2
05/9/2020 05:39
RUU Masyarakat Hukum Adat Masuki Tahap Harmonisasi
Ketua Badan Legislasi DPR RI (Baleg) Supratman Andi Agtas (kiri) dengan didampingi Wakil Ketua Willy Aditya (kanan)(MI/M IRFAN)

BADAN Legislasi (Baleg) DPR mulai mengharmonisasi Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat. Pada tahap ini Baleg mulai membicarakan konsiderans atau dasar penetapan RUU yang masih perlu dikoreksi.

RUU Masyarakat Hukum Adat diusulkan Fraksi Partai NasDem. Wakil Ketua Baleg dari Fraksi Partai NasDem Willy Aditya menuturkan rapat pembahasan RUU Masyarakat Hukum Adat yang berlangsung di Baleg, kemarin, beragenda mendengarkan paparan tim ahli terhadap hasil kajian yang sudah dilakukan.

“Rapat hari ini untuk mendengarkan paparan tim ahli atas hasil kajian yang telah dilakukan,” ujar Willy saat memimpin rapat di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, yang dihadiri tujuh anggota secara fi sik sementara anggota lainnya menghadiri secara virtual.

Sesuai dengan masukan para anggota Baleg dan para pengusul RUU di rapat sebelumnya, tim ahli dan tim pengusul telah menyempurnakan RUU Masyarakat Hukum Adat. Salah satu hal yang disempurnakan ialah norma-norma substansi yang telah disusun dalam draf pengusul,
yakni konsiderans RUU Masyarakat Hukum Adat.

Dalam konsiderans huruf A disebutkan negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat adat serta hak tradisionalnya, sepanjang

masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI berdasarkan Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Ketua Baleg dari Fraksi Partai Gerindra Supratman Andi Agtas mengatakan fraksinya juga mendukung lahirnya RUU Masyarakat Hukum Adat.

Secara khusus Supratman menyoroti masalah kepemilikan tanah di Indonesia yang sering kali merampas hak masyarakat hukum adat. “Saat ini pemerintah pusat dan daerah juga enggan memberikan pengakuan atas hak-hak masyarakat adat sehingga terjadi konflik agraria,” ungkapnya.

Supratman menjelaskan sebetulnya beberapa peraturan perundangan telah menyatakan dan mengakui keberadaan masyarakat adat. Namun, pada faktanya belum semua hak-hak masyarakat adat terpenuhi, khususnya terkait dengan permasalahan kepemilikan lahan atau agararia.

“Kalau kita hitung, berapa, sih, perda yang mengatur, mengakui masyarakat hukum adat? Ada datanya, enggak? Saya yakin sangat kecil karena itu tabrakan berbagai kepentingan,” cetusnya. (Uta/P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya