Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
PEMANFAATAN influencer oleh pemerintahan dipandang sebagai hal yang lazim. Hal tersebut sudah dilakukan sejak lama, bahkan sebelum media sosial hadir.
"Menurut saya sah-sah saja, enggak apa-apa. Agak aneh kalau pemerintah tidak menggunakan media sosial (medsos) untuk menjelaskan program-program mereka," kata pakar politik Universitas Paramadina Djayadi Hanan saat dihubungi mediaindonesia.com, Kamis (3/9).
"Sekarang ada dunia baru yang berkembang, yaitu medsos. Medsos menjadi salah satu media untuk menjelaskan atau menyosialisasikan program-program pemerintah. Siapa? Tentu kelompok yang bisa didengar yaitu influencer," sambungnya.
Baca juga: Influencer 72 Miliar
Djayadi menerangkan program-program pemerintah perlu disosialisasikan agar masyarakat tidak salah mengerti. Oleh sebab itu, media hadir sebagai penyampai pesan. Ia menampik penggunaan jasa influencer menunjukkan kemampuan komunikasi publik pemerintah lemah.
"Itu (influencer) kan bagian dari komunikasi publik. Sebelum ada medsos, komunikasi pemerintah disalurkan lewat TV, koran, radio. Sekarang media sosial karakternya beda, komunikasinya dua arah, semua orang bisa berekspresi di situ," jelas Djayadi.
Baca juga: Promosikan Indonesia, Pemerintah Siapkan Rp75 M untuk Influencer
Ia menjelaskan peran pemengaruh tidak terkait dengan kesadaran atau pengetahuan publik yang rendah. Bahkan, sambungnya, di negara maju sekalipun pemengaruh tetap diperlukan.
"Di manapun, mau negara yang maju, perlu penjelasan. Perlu dijelasin kepada publik, tidak semua langsung mengerti," ujarnya.
Baca juga: KPK Telusuri Anggaran Influencer
Namun, kata dia, jasa influencer yang dilakukan pemerintah tidak boleh untuk memfitnah kelompok yang kritis. Menurut Djayadi, perdebatan yang produktif tetap diperlukan dalam masyarakat.
"Yang enggak boleh itu untuk memfitnah orang yang mengkritik pemerintah, untuk mem-bully, mengintimidasi, membungkam orang-orang yang di medsos dianggap antipemerintah," tandasnya.
Baca juga: Anggaran Dihapus, Pemprov DKI Tetap Libatkan Influencer
Juru Bicara Presiden Fadjorel Rachman menyebut influencer sebagai aktor digital menjadi keniscayaan bagi perkembangan masyarakat dan transformasi digital. Mereka dibutuhkan sebagai jembatan komunikasi kebijakan pemerintah kepada seluruh masyarakat.
"Oleh karenanya, banyak bagian dari strategi kebijakan yang perlu berpijak pada sistem dan masyarakat digital. Termasuk pengakuan peran kuat aktor digital sebagai jaringan informasi," ujarnya.
Baca juga: Influencer bukan Sebar Informasi Keliru
Sebelumnya, Staf Ahli Kemenkominfo Henri Subiakto dalam sebuah program televisi menyebut nama Yosi Mokalu sebagai orang yang melatih influencer melalui program Siberkreasi.
Sekretaris Jenderal Kemkominfo Rosarita Niken Widiastuti memastikan Ketua Siberkreasi Yosi Mokalu tidak berkantor di Kemkominfo.
Menurut Niken, tidak ada kantor Siberkreasi di Kemkominfo, namun yang ada hanya Sekretariat. "Yang ada di Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika (Ditjen Aptika) hanya Sekretariat. Mengingat begitu banyaknya program, perlu ada Sekretariat. Sehingga kalau tadi dibilang pak Yosi Mokalu, itu sama sekali tidak berkantor di Kemkominfo hanya Sekretariat yang beroperasi secara administrasi," kata Niken.
Niken mengatakan bahwa anggaran yang digelontorkan untuk operasional Siberkreasi sebesar Rp9,1 Miliar dalam satu tahun.
Niken menjelaskan Siberkreasi adalah salah satu program kerja Ditjen Aptika untuk mengajak masyarakat lebih melek digital dengan cara penggunaan medsos untuk hal-hal yang produktif.
"Misalnya untuk UMKM, nelayan, petani go online, dan juga digital parenting. Di mana kami juga menggerakkan lebih dari 100 komunitas di dalam Siberkreasi itu atau lebih dari 190.000 orang," kata Niken. (Ant/X-15)
Presiden Prabowo Subianto menyoroti maraknya perilaku masyarakat yang merasa paling tahu segalanya, terutama soal isu-isu politik dan pemerintahan.
RAMAI di media sosial tentang trend (tren) baru yaitu garis merah di atas kepala atau disebut S-Line. Kemunculan tren ini diawali dengan viralnya drama Korea terbaru yang berjudul S-Line.
WARGA Desa Senteluk, Kecamatan Batu Layar, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) melakukan peningkatan keterampilan digital atau digital skill.
Pelajar bernama Keimita, asal Kabupaten Bekasi, menjadi perhatian publik setelah video curhatnya viral. Dalam video itu, ia mengaku sedih karena kesulitan mendaftar sekolah negeri.
Kritik tak selalu berarti penolakan, melainkan bentuk cinta terhadap negeri.
Pemerintah berupaya memperluas basis pajak dan mengoptimalkan penerimaan negara. Salah satunya membidik pengenaan pajak berbasis media sosial dan data digital di tahun depan.
Tanpa pemahaman dan kontrol diri yang baik, kebiasaan membagikan informasi dan konten di media sosial bisa mengganggu dan merugikan orang lain.
Oversharing di media sosial berkaitan dengan kebutuhan mendapatkan validasi dari orang lain.
AKTRIS Tissa Biani kini tengah menyambut perilisan film terbaru yang dibintanginya, Norma Antara Mertua dan Menantu saat Lebaran.
Melansir dari situs Times of India, terdapat 5 alasan yang membuat sejumlah orang jarang posting foto dengan pasangan di medsos, ini daftarnya.
Tantangan sebenarnya adalah apakah bisa platform media sosial betul-betul mendeteksi secara akurat, bahwa akun tersebut merupakan akun media sosial dari anak-anak.
Bila aturan tersebut perlu diperkuat, maka PP yang sudah disahkan bisa dijadikan Undang-Undang (UU)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved