Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
INDONESIA Corruption Watch (ICW) menyesalkan sikap Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri yang terkesan belum mau mengambil alih perkara pemberian hadian atau janji dengan tersangka jaksa Pinangki Sirna Malasari dari Kejaksaan Agung. Padahal secara syarat sudah mencukupi bagi komisi antirasuah untuk menangani kasus ini.
"Sejak awal ICW sudah memprediksi bahwa (Ketua KPK) Komjen Pol Firli Bahuri memang tidak menginginkan KPK terlibat dalam penanganan dugaan tindak pidana korupsi Jaksa Pinangki Sirna Malasari di Kejaksaan Agung. Sebab, pernyataan yang bersangkutan beberapa waktu lalu di gedung DPR itu pada dasarnya tidak memberikan pesan apapun kepada publik," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada Media Indonesia, Kamis (3/9).
Seharusnya, kata Kurnia, sebagai Ketua KPK, Firli Bahuri tegas untuk mengambil alih penanganan perkara itu dari Kejaksaan, dengan atau tanpa persetujuan Jaksa Agung ST Burhanuddin. Sayangnya Firli sejauh ini hanya menunjukan pernyataan yang bersikap normatif yakni menunggu keputusan Korps Adhiyaksa.
"Lagi-lagi publik dipaksa untuk dapat memaklumi pernyataan dari Ketua KPK itu. Karena pada dasarnya yang bersangkutan memang hanya ingin KPK fokus pada isu pencegahan, tanpa memikirkan aspek penindakan," paparnya.
Padahal, Kurnia mengatakan, terdapat beberapa alasan mengapa KPK harus segera mengambil alih penanganan perkara dugaan korupsi jaksa Pinangki. Pertama, proses penindakan di Kejaksaan Agung berjalan lambat.
Kedua, pelaku dugaan tindak pidana korupsi yakni jaksa Pinangki berasal dari aparat penegak hukum. Konteks ini relevan dengan Pasal 11 UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK supaya KPK dapat mencegah potensi konflik kepentingan.
"Ketiga, suap tersebut dimaksudkan untuk mengurus fatwa di Mahkamah Agung. Bagian ini juga relevan jika dikaitkan dengan historis pembentukan KPK yang dimandatkan untuk membenahi sektor peradilan dari praktik koruptif," pungkasnya. (OL-13)
Baca Juga:Mahfud Satukan Pemahaman Ambil Alih Kasus oleh KPK
Kenapa mereka berani mengusutnya? Apakah memang penegak hukum sudah kembali ke jalur yang semestinya dalam menegakkan hukum.
PRESIDEN Joko Widodo memasuki 2022 dengan kepercayaan tinggi.
Sentra Gakkumdu juga diminta tidak hanya berfokus pada penindakan tindak pidana Pilkada, tetapi juga mengantisipasi pencegahan kecurangan Pilkada 2024
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin memperingatkan anggotanya yang tidak menjaga netralitasnya dalam penyelenggaraan Pilkada 2024.
KEBIJAKAN menunda proses hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung terhadap calon kepala daerah peserta Pilkada 2024 dinilai politis.
KEJAKSAAN Agung menunda proses hukum calon kepala daerah (cakada) dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Para kandidat pemimpin Jakarta belum menunjukkan gagasan dan rencana mereka untuk melawan korupsi.
Egi mengungkapkan para kandidat yang terkait kasus korupsi meliputi tersangka, terdakwa, terpidana, saksi, terlapor, dan yang disebut dalam persidangan.
ICW ungkap dari 103 pasangan calon (paslon) pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024, rata-rata menerima dana sumbangan untuk kampanye sebesar Rp3,8 miliar.
"Ada kurang lebih 20 pertanyaan yang disampaikan tadi, semua sudah terjawab. Seperti menghadapi situasi itu,"
Dewi juga meminta agar seluruh pihak bisa transparan mengusut kasus ini. Perkara bansos, kata dia memang selalu ada masalah karena banyak pihak tidak mau transparan.
ICW menyebut perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Singapura yang mulai berlaku perlu diikuti pemetaan ulang pelaku koruptor yang buron ke luar negeri.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved