Headline

Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.

Fokus

Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.

Gugatan RCTI Ancam Batasi Publik Buat Konten Medsos

Henri Siagian
28/8/2020 16:00
Gugatan RCTI Ancam Batasi Publik Buat Konten Medsos
Ilustrasi logo sejumlah aplikasi media sosial.(AFP)

UJI materi Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran berpotensi membuat masyarakat tidak lagi bebas memanfaatkan fitur siaran dalam platform media sosial (medsos).

"Perluasan definisi penyiaran akan mengklasifikasikan kegiatan seperti Instagram TV, Instagram Live, Facebook Live, Youtube Live, dan penyaluran konten audio visual lainnya dalam platform medsos diharuskan menjadi lembaga penyiaran yang wajib berizin. Artinya, kami harus menutup mereka kalau mereka tidak mengajukan izin," ujar Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kominfo Ahmad M Ramli, Rabu (26/8).

Baca juga: UU ITE, UU Penyiaran, dan UU Hak Cipta Dinilai Tidak Bertentangan

Apabila fitur dalam medsos itu juga dikategorikan sebagai penyiaran, sambung dia, perorangan, badan usaha, ataupun badan hukum dipaksa memiliki izin menjadi lembaga penyiaran.

Selanjutnya perorangan atau badan usaha yang tidak dapat memenuhi persyaratan perizinan penyiaran itu menjadi pelaku penyiaran ilegal dan harus ditertibkan oleh aparat penegak hukum karena penyiaran tanpa izin merupakan pelanggaran pidana.

Baca juga: Layanan OTT Berbeda dengan Penyiaran Publik

Selain itu, pembuat konten siaran melintasi batas negara sehingga tidak mungkin terjangkau dengan hukum Indonesia.

Baca juga: Menkominfo: Sektor Komunikasi dan Informasi Tumbuh Cukup Baik

INews TV dan RCTI mengajukan uji materi UU Penyiaran lantaran tidak mengatur penyedia layanan siaran melalui internet seperti, Youtube dan Netflix.

Menurut penggugat, Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran memberi perlakuan yang berbeda antara penyelenggara penyiaran konvensional yang menggunakan spektrum frekuensi radio dan penyelenggara penyiaran yang menggunakan internet seperti layanan over the top (OTT).

Menurut INews dan RCTI, perlakuan berbeda itu lantaran tidak terdapat kepastian hukum penyiaran yang menggunakan internet masuk ke dalam definisi penyiaran dalam UU Penyiaran.

Baca juga: Sidang Uji Materi UU ITE Diundur

Adapun OTT, tidak terikat dalam UU Penyiaran sehingga tidak harus memenuhi syarat berbadan hukum Indonesia serta memperoleh izin siaran seperti penyelenggara siaran konvensional.

Selain itu juga tidak wajib tunduk pedoman perilaku penyiaran dan standar program penyiaran dalam membuat konten siaran agar tidak dikenakan sanksi oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Layanan OTT yang menyediakan, gambar, audio, video dan/atau gabungannya disebut pemohon masuk dalam kategori siaran apabila merujuk pada definisi siaran yang diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU Penyiaran.

Untuk itu, pemohon meminta Mahkamah Konstitusi menyertakan penyedia layanan siaran melalui internet turut diatur dalam Pasal 1 ayat 2 UU Penyiaran. (Ant/X-15)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Henri Siagian
Berita Lainnya