Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Siapakah Bapak Penyiaran Nasional? Temukan Jawabannya dalam Artikel Ini

Eve Candela F
10/9/2024 20:24
Siapakah Bapak Penyiaran Nasional? Temukan Jawabannya dalam Artikel Ini
Bapak penyiaran nasional(Freepik)

KANJENG Guri Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Sri Mangkunegoro VII diakui sebagai Bapak Penyiaran Indonesia. Beliau adalah tokoh penting dan berpengaruh dalam pergerakan, pendidikan, dan kebudayaan Jawa, serta dalam perjuangan kebudayaan Nusantara. 

Mangkunegara VII, anak ketujuh dari Mangkunegaran yang berkuasa dari 1916 hingga 1944, lahir dengan nama Raden Mas Soerjosoparto pada 12 November 1885, sebagai anak ketujuh dari 28 bersaudara. Ia pun memainkan peran krusial dalam mengembangkan penyiaran radio di Indonesia.

Perjalanan Mangkunegara VII dalam Dunia Penyiaran di Indonesia

Dikenal sebagai raja modern, demokratis, dan nasionalis, Mangkunegoro VII diangkat sebagai penguasa baru Mangkoenegaran dengan gelar Pangeran Adipati Aryo Prangwedono setelah pamannya, Mangkoenegoro VI, mengundurkan diri pada 3 Maret 1916.

Baca juga : 81 Ucapan Selamat Hari Radio Republik Indonesia yang Inspiratif 2024

Baru pada tahun 1924, saat berusia 40 tahun, beliau menyandang gelar KGPAA Sri Mangkunegoro VII.

Mangkunegoro VII juga terkenal sebagai budayawan dan sastrawan yang sangat mencintai kesenian bangsa.

Dedikasinya dalam melestarikan seni dan budaya nusantara berperan dalam pembentukan jaringan Radio Ketimuran di Indonesia. 

Baca juga : Persiari Audiensi dengan Wakil Ketua DPR, Sampaikan Keluh Kesah Dunia Penyiaran

Pada tanggal 31 Maret 1927, Mangkunegoro VII dan Permaisuri Gusti Ratu Timoer, bersama Ir. Sarsito Mangunkusumo, merasa sangat terkesima saat mendengarkan pidato Ratu Wilhelmina yang disiarkan dari Laboratorium Philips di Eindhoven, Belanda. Mereka terkejut dengan kotak kayu yang bisa mengeluarkan suara tersebut, dan Sarsito bahkan menyebut,

“Bagi beberapa orang di Prangwedanan, ini adalah momen yang tak terlupakan.” Pengalaman mendengarkan suara dari benua lain melalui kotak ajaib bernama radio toestel, yang merupakan hadiah dari seorang Belanda, sangat mengesankan pada waktu itu.

Setelah peristiwa malam tersebut, Mangkunegoro VII, mulai tertarik pada dunia penyiaran. Ir. Sarsito Mangunkusumo, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Praja Mangkunegaran, ditugaskan untuk mendirikan stasiun radio. 

Baca juga : KSP Tanggapi Positif 10 Aspirasi Organisasi Penyiar Radio Seluruh Indonesia (Persiari)

Sejak saat itu, setiap ada produk radio baru dari Eropa, Istana Mangkunegaran selalu menerima kiriman. Inilah awal mula pengenalan bangsa Indonesia terhadap teknologi penyiaran radio.

Dengan pengalaman sebagai anggota Netherlands Indische Vereeniging Radio Amateur (NIVERA), beliau memulai penyiaran radio di Solo dan menyumbangkan pemancar radio dari Djocjchasche Radio Vereeniging Yogyakarta kepada kelompok kesenian Javansche Kunstkring Mardi Raras Mangkunegaran untuk menyiarkan musik tradisional, ketoprak, dan wayang orang.

Stasiun radio amatir ini diberi kode panggil PK2MN (Jawa Tengah Mangkunegaran), tetapi jangkauan siarannya terbatas di sekitar Kota Solo karena pemancarnya kecil. 

Dengan demikian, Mangkunegoro VII sukses memainkan peran penting dalam merintis penyiaran radio di Indonesia, meski berada di balik layar. Pengaruh dan modalnya memungkinkan pendirian PK2MN, penyumbangan dana untuk pemancar SRV, dan pemberian lahan 5000 m² untuk stasiun SRV di Kestalan. 

Sejak Deklarasi Harsiarnas 2009, nama Mangkunegoro VII selalu diusulkan sebagai Bapak Penyiaran Indonesia, meskipun Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2019 belum menetapkannya secara resmi. Jejak sejarah mengakui jasanya sebagai tokoh perintis penyiaran nasional. (Kominfo/Z-10)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana
Berita Lainnya