Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
ORGANISASI perwakilan pekerja akhirnya setuju pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja di DPR berlanjut ke klaster ketenagakerjaan. Hal itu disepakati perwakilan serikat pekerja dan DPR dalam tim bersama perumus RUU Ciptaker.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya mengungkapkan telah ditetapkan beberapa kesepakatan dalam diskusi tim bersama tersebut selama dua hari terakhir.
Pertama, berkenaan dengan materi muatan klaster ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja yang sudah terdapat putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Poin-poin materi tersebut ialah tentang perjanjian kerja waktu tertentu, upah, pesangon, hubungan kerja, penghentian hubungan kerja (PHK), penyelesaian perselisihan hubungan industrial, jaminan sosial, dan materi muatan lain yang terkait dengan putusan MK.
“Harus didasarkan pada putusaan Mahkamah Konstitusi,” ujar Willy dalam jumpa pers di Jakarta, kemarin.
Adapun sanksi pidana ketenagakerjaan dalam RUU Ciptaker dikembalikan sesuai ketentuan Undang-Undang (UU) No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan proses yang dipertimbangkan secara saksama.
“Berkenaan dengan hubungan ketenagakerjaan yang lebih adaptif terhadap perkembangan industri, pengaturannya dapat dimasukkan di RUU Cipta Kerja dan terbuka terhadap masukan publik,” papar Willy.
Selanjutnya, fraksi-fraksi akan memasukkan poin-poin materi substansi yang disampaikan serikat pekerja/serikat buruh ke daftar inventarisasi masalah (DIM) fraksi.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar Lamhot Sinaga mengatakan pada dasarnya sejak awal Panitia Kerja (Panja) RUU Ciptaker DPR sepakat bahwa pembuatan omnibus law tersebut tidak akan mengabaikan kesejahteraan kalangan pekerja.
“Kami dari panja sepakat bahwa harus ada afi rmatif perlindungan terhadap buruh dan pekerja. Itu stressing point kita. Kita proinvestasi, tapi tidak ingin merugikan teman-teman,” ujarnya.
Ketua Fraksi NasDem Ahmad Ali menyatakan bersyukur bahwa akhirnya ada kese pahaman antara DPR dan kalangan pekerja mengenai RUU Ciptaker. Ia menegaskan NasDem tidak ingin ada kegaduhan akibat pembahasan RUU tersebut.
“Alhamdulillah setelah waktu panjang, DPR inisiasi pertemuan dengan serikat pekerja sehingga ditemukan satu titik dan dianggap bisa mengakomodasi serikat pekerja. Ketika kepentingan pekerja bisa diakomodasi, NasDem berdiri pada kepentingan buruh sehingga dengan kesepakatan hari ini Fraksi NasDem akan ikut bersama untuk selesaikan klaster ketenagakergaan,” tuturnya.
Tergantung fraksi
Dengan diserahkannya materi substansi masukan serikat pekerja/buruh ke fraksi-fraksi, anggota Baleg Guspardi Gaus mengakui pada akhirnya keputusan akan kembali pada tiap fraksi.
Fraksi yang memutuskan penyesuaian, penyempurnaan, atau penghilangan pasal atau poin-poin dalam draf RUU Ciptaker sesuai yang diinginkan serikat pekerja.
“Mudah-mudahan fraksi bisa akomodasi. Tapi sekali lagi itu semua kembali ke fraksi,” ujarnya.
Guspardi mengatakan nantinya hasil diskusi akan dibawa dalam pembahasan di Baleg dengan pemerintah. Dalam masa itu Baleg juga
tetap akan membuka diri dengan melakukan pembahasan secara transparan.
“Intinya panja ini kan akan tetap mempertimbangkan setiap hal untuk kepentingan publik luas,” tandasnya.
Pembahasan RUU Cipta Kerja akan dilakukan dalam dua putaran. Putaran pertama dilakukan Panja Baleg dengan perwakilan serikat buruh tersebut. Kemudian, hasil pembahasan disampaikan ke pimpinan DPR untuk dibahas bersama pemerintah. (Cah/P-2)
KOORDINATOR Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menanggapi pernyataan Hakim MK soal sekolah gratis.
MK membuat ketentuan hukum baru dengan mendetailkan bahwa pelaksanaan Pemilu lokal harus dilaksanakan antara dua atau dua setengah tahun setelah pemilu nasional.
UU TNI tidak memenuhi syarat untuk dibentuk melalui mekanisme carry over dan lemah secara kepastian hukum.
Presiden diwakili Menteri Hukum Supratman Andi Agtas Supratman membantah dalil para Pemohon yang menyebutkan pembentukan UU TNI Perubahan tidak memenuhi asas keterbukaan.
Legislasi harusnya menjadi proses yang harus dijalankan oleh DPR dan pemerintah secara cermat dan hati-hati dan bukan administratif dan kegiatan rutin yang dilakukan para pembentuk UU belaka.
PEMISAHAN pemilu tingkat nasional dan lokal yang diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai keliru. Itu harusnya dilakukan pembuat undang-undang atau DPR
WAKIL Ketua MPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas mengajak seluruh masyarakat, terutama warga Bali untuk sama-sama memperjuangkan UU Kebudayaan.
Omnibus Law: Kupas tuntas kebijakan ekonomi terbaru, dampak, dan peluangnya. Panduan lengkap untuk memahami perubahan signifikan ini!
DIREKTUR Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas Charles Simabura berpendapat rancangan undang-undang Kepemiluan rawan diakali ketika menggunakan model omnibus law.
Kajian itu pun, kata dia, akan membahas agar produk undang-undang tak menyalahi aturan yang ada.
Bima memastikan bahwa Kementerian Dalam Negeri sebagai perwakilan pemerintah akan berkomunikasi dengan Komisi II DPR RI mengenai putusan MK tersebut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved