Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Soal Evi Novida, DKPP: Kami Berkomitmen tidak Ubah Putusan No 317

Indriyani Astuti
14/8/2020 11:21
Soal Evi Novida, DKPP: Kami Berkomitmen tidak Ubah Putusan No 317
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Muhammad(ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

KETUA Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Prof. Muhammad menegaskan jika majelis etik dalam pleno memutuskan pemberhentian tetap, maka hal itu sudah dipertimbangkan dengan sangat cermat, terukur dan siap dipertanggungjawabkan.

Karena itu, pihaknya tetap berkomitmen pada keputusan pemberhentian Evi Novida Ginting.

“Bukan karena soal menang kalah, kami tidak akan mengubah Putusan DKPP Nomor 317. Biar sejarah mencatat, lembaga peradilan mencatat DKPP pernah memberhentikan (Evi Novida Ginting-red). Kalau persoalan dia diaktifkan kembali sudah dijelaskan oleh Prof Jimly, tetapi Insya Allah kami yang mengambil keputusan itu sudah berkomitmen untuk tidak mengubah keputusan nomor 317,” kata Muhammad melalui pada diskusi terkait etika lembaga peradilan di Jakarta, Kamis (13/8).

Menurut Muhammad, ia berpegang pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal 458 angka 13 menyebutkan sifat putusan DKPP final dan mengikat. Saat ini, imbuhnya, negara belum membentuk lembaga mahkamah etik yang bisa membanding putusan peradilan etik DKPP.

“Jika semangat cita-cita yang disampaikan oleh Profesor Jimly bisa terwujud, maka boleh lah kita bentuk lembaga mahkamah etik untuk membanding putusan DKPP, tetapi sayangnya sampai hari ini, undang-undang 7 tahun 2017, pembuat undang-undang DPR dan pemerintah belum membuat lembaga banding etik, sehingga jika kami mengubah putusan 317 itu sama dengan kami melanggar konstitusi,” jelasnya.

Ia mengatakan atas nama lembaga DKPP, jika besok Presiden mengembalikan saudara Evi, hal itu tidak mengubah putusan pemberhentian tetap saudara Evi di lembaga peradilan etik DKPP.

Baca juga:  Perludem Apresiasi Presiden Cabut SK Pemberhentian Evi Ginting

Muhammad juga setuju dengan konsep atau pemikiran dari Jimly bahwa hukum dan etika tidak bisa dihadapkan.

“Kami juga mengikuti pendapat ahli hukum yang mengatakan DKPP offside-lah, bablas-lah. Dalam peraturan DKPP yang dimaksud pelanggaran etik itu bukan hanya menerima suap, memihak kepada pasangan calon, tapi kami juga menekankan pada profesionalitas, keahlian tata kelola pemilu. Penyelenggara ini dipercaya rakyat, jika kita tidak ahli bisa rusak pemilu ini,” ungkapnya.

Dalam perspektif etika, Muhammad menyatakan hukum adalah wilayah hukum, DKPP tidak boleh masuk. Namun demikian, DKPP melihat administrasi pemilu adalah bagian dari profesionalitas. Ia menjelaskan, apabila administrasi pemilu dilakukan dengan tidak cermat, konsekuensinya seseorang yang harusnya memenangkan pemilu kemudian tercederai.

“Inilah yang terjadi ketika penyelenggara tidak profesional, bermain-main dengan oknum peserta pemilu, mempermainkan angka-angka. Si A yang harusnya menang di kotak suara, berubah ketika di kecamatan, berubah ketika di kabupaten/kota, berubah ketika di provinsi dan berubah ketika di RI,” tuturnya.

Ia menjelaskan karena ketidakprofesionalan penyelenggara pemilu, DKPP memberhentikan anggota KPU RI Evi.

Muhammad berpesan agar masyarakat membaca secara utuh putusan DKPP. DKPP pun maklum apabila putusan itu ditafsirkan secara berbeda-beda. Tetapi ia menyarankan agar pertimbangan putusan dibaca secara utuh terutama nomor 317, kemudian memberi komentar.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya