Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

Protokol Kesehatan Tentukan Mutu Pilkada 2020

Cahya Mulyana
25/7/2020 06:16
Protokol Kesehatan Tentukan Mutu Pilkada 2020
Simulasi hari pencoblosan di Pilkada 2020.(Medcom.id/Kautsar Widya Prabowo)

PELAKSANAAN Pilkada 2020 di 270 daerah sempat tertunda tiga bulan akibat pandemi covid-19. Mutu pesta demokrasi untuk mendorong peningkatan pembangunan di daerah ini sangat ditentukan pelaksanaan protokol kesehatan.

“Kita harus menekankan bahwa implementasi protokol kesehatan menjadi syarat pelaksanan pilkada serentak dari sebelumnya ditunda,” kata anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin dalam diskusi virtual bertajuk Pilkada 2020 Serius Enggak Sih, kemarin.

Menurut dia, hampir semua tahapan pilkada terdapat ketentuan penerapan protokol kesehatan. Hal ini merupakan regulasi baru dari sejarah panjang demokrasi Indonesia.

“Pesta demokrasi kali ini terjadi di tengah situasi tidak normal sehingga semua pihak perlu menjaga kesehatan selama proses ini berlangsung. Semua pihak mesti optimistis dan wawas diri dalam men- jalankan dan mengikuti Pilkada 2020,” ujar Afi fuddin.

Itu sebabnya, imbuhnya, koordinasi antarinstansi menjadi bagian yang penting supaya ketentuan sebagai tujuan pilkada bisa tercapai. Misalnya, KPU dan Bawaslu di daerah mesti memiliki komunikasi yang kuat dengan gugus tugas penanggulangan covid-19 untuk mendapatkan logistik rapid test.

Seperti diketahui untuk menjamin Pilkada 2020 aman, petugas di lapangan mesti sehat dengan bukti negatif melalui rapid test. Meskipun ini memakan waktu dan biaya, kerja sama erat antarinstansi harus bisa diatasi.

“Kesimpulannya untuk menerobos pelaksanaan pilkada harus dengan penerapan protokol kesehatan. Bila ini bisa dilakukan, tidak ada alasan pilkada tidak dilaksanakan,” ungkapnya.

Afifuddin meyakini berkaca pada pelaksanaan pesta demokrasi di beberapa negara, hasilnya sangat variatif. Korea Selatan terbukti berhasil menggelar pemilu karena masyarakatnya percaya dan menaati protokol kesehatan.

Selain bergantung pada implementasi protokol kesehatan, mutu pilkada kali ini juga ditentukan dengan cara menekan setiap potensi
pelanggaran. Bawaslu sudah memperingatkan dengan data mengenai indeks kerawanan pemilu.

“Namun, itu sebelum pandemi. Sekarang ada potensi tambahan, yakni zona merah yang mengarah ke hitam turut memengaruhi kerawanan pilkada sebab ada potensi kondisi itu dimanfaatkan oleh petahana dengan memolitisasi bantuan,” paparnya.

Hasil sama

Pada kesempatan sama, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan pilkada kali ini hasil akhirnya sama dengan pesta demokrasi sebelumnya, yakni memunculkan pemimpin yang bisa membawa perubahan di daerah.

“Kalau hanya mengantarkan pemimpin daerah ke jeruji besi, pilkada sebatas ritual tanpa makna,” ujar Lucius.

Lucius meyakini proses seleksi bakal calon kepala daerah saat ini masih dibayangi persoalan lama, yakni hanya diputuskan sepihak elite partai. Hal ini pun kental dengan kandidat yang tidak sesuai harapan masyarakat, berikut dinasti politik masih banyak terjadi.

“Pilkada bermutu juga sangat sulit ketika rekrutmen pemimpin yang berada di partai politik yang dibayangi persoalan.”

Untuk itu, ia mengatakan protokol kesehatan dan pandemi covid-19 tidak boleh menutupi tujuan utama pilkada, yakni mutu demokrasi. Maka dari itu, semua pihak, khususnya penyelenggara dan pengawas pilkada, harus memberikan pendidikan politik yang intens. (P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya