Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
MAHKAMAH Konstitusi (MK) kembali menerima permohonan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Keuangan.
Pengujian kali ini diajukan Damai Hari Lubis dengan nomor perkara 49/PUU-XVIII/2020 serta Triono dan Suyanto dengan nomor perkara 47/PUU-XVIII/2020. Dalam sidang pemeriksaan, tiap-tiap pemohon menguji ketentuan pada Pasal 27 ayat 1, 2, dan 3 UU 2/2020 serta Pasal 28 ayat 8.
Kuasa hukum dari Damai Hari Lubis, Arvid Martdwisaktyo, menjelaskan berlakunya Pasal 27 ayat 1, 2, dan 3 UU 2/2020 berpotensi merugikan dan memberikan impunitas terhadap pejabat yang memiliki kewenangan menggunakan anggaran penanganan covid-19.
Pejabat tersebut tidak dapat digugat, baik secara hukum pidana, perdata, maupun tata usaha negara apabila diketahui terjadi penyelewengan.
“Dengan berlakunya UU a quo pemohon kehilangan haknya dalam melakukan upaya hukum, baik pidana, perdata, maupun TUN apabila pemohon menemukan dugaan penyimpangan penggunaan dana penanganan covid-19,” ujarnya dalam sidang panel yang dipimpin hakim konstitusi Wahiddudin Adams dengan anggota hakim konstitusi Suhartoyo dan hakim konstitusi Daniel P Yusac Foekh di Gedung MK, Jakarta, kemarin.
Selain itu, UU a quo juga dianggap mendahului keadaan hukum bahwa kerugian negara bukanlah penyalahgunaan keuangan negara tanpa proses audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau penegakan hukum lainnya.
Sementara itu, pemohon Triono dan Suyanto mendalilkan alasan permohonannya. Ia mengatakan terjadi kebingungan di perangkat desa, ada yang percaya dana desa masih berlaku dengan mengacu pada Pasal 2 ayat (1) huruf I UU 2/2020.
Bagi perangkat desa lain dan seperti para pemohon, dana desa sudah tidak ada lagi dengan mengacu pada Pasal 28 ayat (8) UU 2/2020 yang telah mencabut Pasal 72 ayat (2) UU Nomor 6 Tahun 2014 yang mengatur tentang dana desa dari APBN. (Ind/P-5)
Partai NasDem menilai Mahkamah Konstitusi (MK) telah mencuri kedaulatan rakyat karena memutuskan pemilu nasional dan daerah atau lokal.
MK juga dianggap tidak menggunakan metode moral dalam menginterpretasikan hukum serta konstitusi.
AHY menyebut keputusan MK itu akan berdampak pada seluruh partai politik, termasuk Partai Demokrat.
Pembentuk undang-undang, terutama DPR, seyogianya banyak mendengar pandangan lembaga seperti Perludem, juga banyak belajar dari putusan-putusan MK.
MELALUI Putusan No 135/PUU-XXII/2024, MK akhirnya memutuskan desain keserentakan pemilu dengan memisahkan pemilu nasional dan pemilu daerah.
Titi meminta kepada DPR untuk tidak membenturkan antara Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945 dengan putusan konstitusionalitas pemilu serentak nasional dan daerah.
Dia mengatakan bahwa penegakan hukum harus terintegrasi melalui KUHAP yang baru, mulai dari penyidik, penuntut, pengadilan, sampai ke tingkat lembaga pemasyarakatan.
Zulfikar menjelaskan revisi UU ASN masuk dalam Prolegnas 2025 yang artinya Komisi II DPR dan Badan Legislasi akan melakukan perubahan kedua terkait undang-undang tersebut.
Ahmad Sahroni menyebutkan bahwa DPR tak bisa menutup-nutupi terkait sidang pembahasan revisi Undang-Undang Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri).
Massa sempat berhasil menjebol pagar pembatas kaca pos pengamanan, kemudian disusul dengan pemecahan kaca menggunakan batu dan kayu.
Dave mengatakan banyak hal yang perlu dibahas di revisi UU Penyiaran. Karena banyak perkembangan di sektor penyiaran.
Fraksi PDIP menyetujui Revisi UU tentang Tentara Nasional Indonesia, yang dibahas di Komisi I DPR RI untuk dibahas di tingkat selanjutnya atau naik ke rapat paripurna.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved