Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

DPR Diminta Lebih Terbuka soal Revisi UU Pemilu

Ind/P-1
02/7/2020 04:32
DPR Diminta Lebih Terbuka soal Revisi UU Pemilu
Anggota Bawaslu RI Rahmat Bagja menjadi narasumber pada diskusi daring dengan tema Menimbang RUU Pemilu ke depan, di Jakarta, kemarin(MI/SUMARYANTO BRONTO)

DPR diharapkan terbuka dalam menerima aspirasi masyarakat selama menyusun rancangan undang-undang tentang pemilu yang tengah
dilakukan Komisi II DPR. Pasalnya, undang-undang tersebut diharapkan memperbaiki sistem kepemiluan yang masih kurang, seperti maraknya politik uang dan desain pemilu yang lebih sederhana.

Demikian hal yang mengemuka dalam diskusi daring bertajuk Menimbang RUU Pemilu oleh Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI) di Jakarta, kemarin.

“Pembahasan RUU dalam masa pandemi sulit dalam akses informasi. DPR diharapkan mau transparan, menerima masukan, baik penyelenggara, akademisi, maupun masyarakat sipil sehingga bisa dibicarakan mendalam,” ujar Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik UI Aditya Perdana yang menjadi pemateri dalam diskusi.

Selain itu, pemateri lain ialah Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja dan Wakil Ketua Komisi II DPR Yaqut Qoumas. Hadir juga Ketua Iluni UI Andre Rahadian.

Aditya menambahkan bahwa pembahasan RUU Pemilu belum akan intens sebab partai politik saat ini tengah fokus pada pemilihan kepala daerah yang rencananya digelar 9 Desember 2020.

Ia berharap RUU Pemilu dapat menjaga keseimbangan politik dengan memperhatikan kepentingan para aktor bukan hanya partai politik dan peserta pemilu, melainkan juga peserta dan penyelenggara pemilu.

Menjawab kekhawatiran tersebut, Yaqut Qoumas mengatakan bahwa pembahasan RUU Pemilu sejauh ini baru tahap awal. Menurutnya, proses pembahasan masih sangat panjang.

Ia mengungkapkan bahwa ada beberapa hal yang menjadi fokus DPR dalam revisi RUU Pemilu kali ini. Meski demikian, diakuinya pembahasan tidak memuat nasib masyarakat sebagai pemilih, tapi lebih banyak mengatur kepentingan peserta pemilu.

Ia pun berharap revisi UU Pemilu tidak menjadi agenda rutin DPR setiap lima tahun sekali, tetapi menjadi UU yang relevan digunakan dalam
waktu lama atau jika dibutuhkan perubahan sifatnya minor.

“DPR sekarang hanya bicara paling jauh ke Pemilu 2024 ini autokritik bagi kami di Komisi II sehingga lebih serius membahas RUU Pe milu
bukan semata-mata partai lolos ke DPR atau tidak.”

Sementara itu, Rahmat Bagja sebagai penyelenggara pemilu meminta agar penegakan hukum pemilu dikuatkan dan diatur lebih jelas dalam RUU Pemilu. (Ind/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik