Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

DPD: Agama Bukan Ancaman Pancasila

Mediaindonesia.com
28/6/2020 19:34
DPD: Agama Bukan Ancaman Pancasila
La Nyalla Mahmud Mattalitti.(Dok DPD)

DINAMIKA sosial menyusul maraknya penolakan atas Rancangan Undang-Undang  Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) mendapat perhatian khusus dari anggota DPD-MPR RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti. Hal itu disampaikan dalam acara Sosialisasi Empat Pilar di hadapan sekitar 50 pengasuh pondok pesantren se-Jawa Timur di Surabaya, Minggu (28/6)


Menurutnya, lima sila dalam Pancasila sudah final dan tidak bisa diperas lagi dalam pemaknaan Trisila atau Ekasila. 

Karena ke-5 sila tersebut saling berurutan dari sila pertama hingga melahirkan tujuan hakiki bangsa ini di sila kelima. “Pancasila sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran agama, termasuk Islam. Artinya Islam bukan ancaman bagi Pancasila. Justru komunisme dan kapitalisme ancaman sebenarnya bagi Pancasila,” tandas La Nyalla. 

Lebih jauh ia menjabarkan bahwa sila pertama yang berbunyi Ketuhanan yang Maha Esa artinya melaksanakan ajaran agamanya. Dalam Islam, artinya menjalankan syariat. Syariat Islam paling fundamental adalah mendirikan salat dan berbuat amal kebajikan. 

Dengan mendirikan salat berbuat amal, sudah bisa mencegah manusia Indonesia dari perbuatan keji dan mungkar. 

“Nah, kalau seluruh anak bangsa ini menjalankan ajaran agamanya, dan kita sudah mencegah perbuatan keji dan mungkar, maka sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab akan terwujud. Apa artinya? Rakyat yang hidup di negeri ini memiliki moral, akhlak dan adab, serta sikap yang baik dan luhur,” tegas Ketua Pemuda Pancasila Jawa Timur itu. 

Dengan situasi itu, masyarakat Indonesia akan bersatu dengan saling menghargai perbedaan suku dan agama serta perbedaan lainnya. 

Masyarakat Indonesia akan hidup dalam keberadaban dengan budi pekerti yang luhur. Dalam situasi itu, maka terwujudlah sila ketiga, Persatuan Indonesia. Persatuan yang terjadi atas kesadaran diri, bukan atas 
paksaan atau tekanan.

“Lalu apa yang terjadi setelah orang-orang yang menjalankan agamanya, dan orang-orang beradab ini bersatu? Munculah orang-orang yang bijaksana sebagai perwakilan untuk bermusyawarah dengan tujuan menemukan pemimpin bangsa ini. Itulah makna sila keempat. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan perwakilan," tandas mantan Ketua Umum Kadin Jawa Timur itu. 

Jika keempat sila telah dilaksanakan, maka bangsa yang kaya dan besar ini akan dipimpin oleh pemimpin yang hikmat dalam mengabdi untuk bangsa dan negara. Ia menilai, jika hal ini terwujud, maka Indonesia akan menjadi baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur, aitu terwujudnya sila kelima yang merupakan cita-cita akhir para pendiri bangsa ini. Sila ini berbunyi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 

La Nyalla menegaskan, kalimat Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia mengandung dua frasa penting. Artinya, adil dalam kacamata sosial itu bukanlah sama rata sama rasa atau membiarkan siapa yang mampu bertahan hidup. Tetapi mana yang harus dibantu, mana yang tidak, mana yang harus disubsidi.

“Orang miskin atau kurang beruntung harus mendapat keadilan dengan biaya kesehatan gratis. Biaya pendidikan gratis, dan lainnya. Sementara yang mampu atau kaya, tidak boleh mendapatkan perlindungan negara semacam itu. Makanya dalam konstitusi kita disebutkan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Itulah makna keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” tegasnya. 

Jadi, sambungnya, wajar adanya banyak penolakan RUU HIP dari seluruh elemen bangsa ini. Terutama dari MUI, NU dan Muhamadiyah. 

Karena hal itu bermuara pada sikap dan pandangan umat Islam, bahwa Pancasila itu sudah final dan sama sekali tidak bertentangan dengan Islam. 

Bahkan, sambungnya, Pancasila sejalan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam Al-Quran. Tidak perlu diberi tafsir baru lagi, apalagi dimaknai dalam Trisila dan Ekasila.

Oleh karena itu, DPD RI sepakat membentuk tim kerja untuk menelaah lebih dalam dan komprehensif terhadap RUU HIP tersebut. Tim itu akan melihat apakah RUU ini harus disederhanakan hanya sebagai payung hukum Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) saja, atau memang tidak perlu ada. 

Sosialisasi Empat Pilar tersebut selain dihadiri para pengasuh pondok pesantren se-Jawa Timur, juga diikuti anggota Komisi Kajian Konstitusi MPR RI Jamal Aziz dan Ketua Umum Kadin Jawa Timur Adik Dwi Putranto. Pertemuan digelar dengan menerapkan protokol kesehatan dengan memberi jarak antara kursi peserta dialog. 

Pandangan yang sama juga diutarakan oleh Jamal Aziz bahwa Pancasila sudah final dengan urutan sila yang terkandung di dalamnya.

“Ini sudah final dan ini yang melahirkan para kyai terdahulu. Sehingga menurut saya, penjabaran Pak La Nyalla itu sudah mewakili, sangat mewakili. Apalagi Pak La Nyalla ini dari Pemuda Pancasila. Implementasinya sudah pas," ujar Jamal Aziz. 

Sementara seorang peserta sosialisasi, Gus Zahrul Azhar As'ad atau yang dikenal Gus Hans, mengatakan RUU HIP memang meresahkan masyarakat. Apalagi banyak informasi yang simpang siur di media sosial. 

“Karena itu saya sempatkan datang untuk mendengarkan perspektif utuh apa sebenarnya yang dimaksud HIP. Dan mudah-mudahan langkah pak LaNyalla yang selalu berkeliling Jatim dan Indonesia bisa mencerahkan,” pungkasnya. (OL-8).



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya