Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Saatnya Evaluasi Demokrasi dan Hukum

Cahya Mulyana
16/6/2020 04:52
Saatnya Evaluasi Demokrasi dan Hukum
Anggota DPR bersalam siku sebelum pembukaan masa sidang IV Rapat Paripurna DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.(MI/SUSANTO)

PANDEMI covid-19 menuntut pemerintah menerapkan banyak kebijakan penyesuaian. Namun, prinsipprinsip demokrasi dan nomokrasi mesti terjaga dan mutu keduanya harus ditingkatkan dan dievaluasi guna menghindari penumpang gelap yang ingin mengambil keuntungan pribadi.

“Dalam hukum dan kebijakan tidak boleh new normal. Era kenormalan baru hanya berlaku dalam kebiasaan hidup dan menjaga kesehatan,” kata pakar hukum tata negara dan dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti dalam diskusi virtual bertajuk Demokrasi dan Nomokrasi di Era New Normal, Minggu (14/6).

Menurut dia, nilai-nilai serta asas demokrasi dan nomokrasi tidak boleh bergeser atau diubah. Keduanya tetap dijalankan meskipun dalam situasi pandemi covid-19 dan era kenormalan baru.

Bahkan, kata dia, perlu ada evaluasi terhadap pelaksanaan demokrasi dan penegakan hukum selama ini yang menimbulkan banyak
pertanyaan. Misalnya, kebebasan berpendapat dalam beberapa waktu terakhir terkesan mulai dibatasi sejumlah ketentuan.

Menurut Bivitri, penegakan hukum tidak boleh tebang pilih dan mesti menjaga rasa keadilan masyarakat. Demokrasi dan nomokrasi secara prosedural sangat mudak dilaksanakan. Namun, secara substantif keduanya mesti menjadi perhatian supaya bisa dilaksanakan.

“Hukum yang berarti juga pelindungan atas hak asasi tidak boleh terabaikan oleh negara meski dalam situasi pandemi. Yang perlu dilakukan juga, kita mesti mengevaluasi dan mengawasi sejauh mana pelaksanaan program pemerintah seperti bantuan sosial, penyediaan alat kesehatan, hingga perlindungan bagi mereka yang terkena PHK.”

Tidak kendur

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayoga mengatakan penegakan hukum tidak boleh kendur di tengah pandemi. Bahkan negara mesti meningkatkan pengawasan terhadap pihak yang berupaya mengambil keuntungan dalam penanggulangan covid-19.

Pasalnya, kata dia, kondisi bencana seperti saat ini berpotensi disusupi kepentingan oleh pihak yang ingin mendapatkan keuntungan pribadi. Terlebih sanksi terhadap koruptor sangat rendah atau tidak menimbulkan efek jera dengan hanya rata-rata 2 tahun 7 bulan. “Hal itu merupakan catatan vonis pada 2019. Pada tahun tersebut terdapat 271 perkara korupsi dengan total kerugian negara Rp8,4 triliun dan 280 orang tersangka,” jelasnya.

Di sisi lain, hasil survei yang dilakukan Markplus Inc kepada 105 responden dalam satu minggu terakhir menunjukkan adanya perbedaan pemahaman konsep kenormalan baru.

Sebanyak 39% dari total responden telah memahami bahwa penerapan kenormalan baru merupakan cara untuk memulihkan kondisi sosial ekonomi Indonesia dengan menerapkan protokol kesehatan. Namun, responden yang berusia di bawah 24 tahun meyakini kenormalan baru ialah kembali ke kondisi normal seperti sebelum adanya covid-19. (Tru/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya