Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
DEWAN Pimpinan Pusat (DPP) Partai Nasional Demokrat (NasDem) menerima kunjungan dari para sahabat, yakni DPP Partai Amanat Nasional (PAN) di Kantor DPP Nasdem, Jakarta.
Pada kesempatan itu, Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, menerima pengurus DPP PAN periode 2020-2025, yang baru saja terpilih dalam Muktamar PAN di Kendari, Sulawesi Tenggara, Februari lalu.
Adapun pimpinan DPP PAN yang hadir ialah Majelis Penasihat Partai PAN, Soetrisno Bachir, Ketua Majelis Penasehat Partai (MPP) PAN, Hatta Rajasa, Ketua Umum DPP PAN, Zulkifly Hasan, Wakil Ketua Umum PAN, Asman Abnur, Sekretaris Jenderal PAN, Eddy Suparno, serta Pimpinan DPP PAN, Viva Yoga Mauladi.
Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, mengatakan kunjungan itu merupakan ajang silaturahmi, sekaligus membahas sejumlah hal terkait partai politik, misalnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi atas uji materi tentang keserentakan pemilu, yang diatur dalam Pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Pasal 201 ayat (7) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Zulkifli menuturkan sejak awal PAN sudah tidak sepakat demham pemilu serentak. Namun, karena adanya keputusan MK, tidak ada lagi peluang untuk menolak.
Baca juga: Hadapi Pilkada, NasDem dan PAN Petakan Calon yang Diusung Bersama
"Pemilu serentak bebannya berat dan parliamentary treshold (ambang batas parlemen) yang sudah dipakai kembali pada 2019. Kami sedang mencari jalan," pungkas Zulkifli, Senin (10/3).
Sejumlah partai politik, seperti PAN dan NasDem, dikatakannya tengah membahas upaya agar pemilihan presiden dibedakan waktunya dengan pemilihan legislatif. Menurut Zulkifly, kedua rezim pemilu, yakni pemilihan presiden dan pemilihan legislatif, terbilang berbeda. Satu pemilihan di tingkat nasional, sedangkan lainnya di tingkat daerah.
"Pemilihan presiden memilih kepala pemerintahan sekaligus kepala negara, pemilihan legislatif mulai dari kabupaten hingga pusat. Kita sepakat jalan keluar bisa dipisah waktunya tidak bersamaan," tutur Zulkifly yang juga Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Dia menekankan partai politik di parlemen berupaya mencari jalan, agar kedua rezim pemilihan umum dapat dipisahkan. Dalam hal ini, termasuk revisi Undang-Undang Pemilu atau amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
"Sehingga, pemilu legislatif dan pemilihan presiden dapat dipisahkan," imbuhnya.
Baca juga: NasDem: Kenaikan Ambang Batas Parlemen Akan Kuatkan Demokrasi
Menanggapi usulan yang dikemukakan sejumlah partai politik, seperti PDI Perjuangan beberapa waktu lalu soal peningkatan ambang batas parlemen (parliamentary treshold) dari 4% menjadi 7%, Zulkifly mengatakan partainya tidak masalah jika ambang batas parlemen naik. Akan tetapi, kenaikannya harus bertahap dengan mempertimbangkan sejumlah partai baru. Sebab, demokrasi di Indonesia menganut sistem multipartai.
"Jangan lupa Indonesia kebersamaan bukan soal menang-menangan. Ini kebersamaan, Bung Karno mengatakan kecil dan besar harus bersama-sama. Partai-partai baru perlu bertahap dulu, 3% kemudian naik 4% sekarang," tukas Zulkifly.
Sebagai informasi, ambang batas parlemen merupakan batas perolehan suara minimal partai politik dalam pemilihan umum, untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Ketentuan itu mulai diterapkan pada pemilihan umum 2009.(OL-11)
WAKIL Ketua Badan Legislasi DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengkritik Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah melampaui kewenangan konstitusional karena menetapkan pemisahan pemilu nasional dan lokal
Peneliti BRIN Lili Romli meminta partai politik menyudahi polemik soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan antara pemilihan umum (pemilu) nasional dan lokal
Peneliti BRIN Lili Romli meminta partai politik menyudahi polemik soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan antara pemilihan umum (pemilu) nasional dan lokal
SEJUMLAH partai politik menyatakan penolakannya terhadap Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 soal pemisahan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah atau lokal.
Partisipasi pemilih tidak ditentukan oleh desain pemilu, tetapi oleh kekuatan hubungan antara pemilih dan para kontestan.
PAKAR hukum tata negara Feri Amsari merespons sejumlah partai politik yang bereaksi cukup keras terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemisahan Pemilu.
MK membuat ketentuan hukum baru dengan mendetailkan bahwa pelaksanaan Pemilu lokal harus dilaksanakan antara dua atau dua setengah tahun setelah pemilu nasional.
Sebaiknya pemerintahan saat ini bekerja saja untuk masyarakat. Ketika kinerja baik tentu akan mendapatkan respon yang positif dan modal menuju Pilpres 2029.
Prabowo membeberkan dirinya masih fokus bekerja dan dukungan tersebut merupakan urusan nanti. Orang nomor satu di Indonesia itu mengaku ingin lebih dulu bekerja untuk rakyat.
Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Deddy Sitorus menyebut keputusan PAN untuk mendukung Prabowo Subianto di Pilpres 2029 adalah hal yang wajar.
NasDem menghormati dukungan PAN kepada Prabowo. Namun, masih terlalu dini untuk berbicara soal kontestasi presiden di 2029.
PAN menilai pertemuan antara Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Presiden Prabowo Subianto bisa dikatakan sebagai bentuk dukungan PDIP kepada Presiden Prabowo
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved