Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Beda Tafsir Serentak masih Terbuka

Putri Rosmalia Octaviyani
29/2/2020 09:10
Beda Tafsir Serentak masih Terbuka
Sekretaris Jenderal PPP, Arsul Sani.(MY/Andry Widyanto )

MAHKAMAH Konstitusi (MK) memutuskan bahwa pemilu tetap dilaksanakan secara serentak. Namun, makna serentak dalam putusan itu dianggap belum memiliki kepastian secara teknis.

"PPP mempertanyakan makna serentak itu, apakah hari pencoblosannya atau proses pengajuannya," ujar Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani di Jakarta, kemarin.

Arsul berpendapat bahwa putusan serentak yang dikeluarkan MK saat ini masih terbuka untuk tidak hanya satu tafsir. Serentak dapat bermakna bersamaan hari pencoblosannya, atau serentak dalam hal mengawali proses.

"Jadi, kan bisa saja kemudian pemilu itu kita selenggarakan serentak dalam arti misalnya, yang namanya pengajuan calon anggota DPR, anggota DPD, capres dan cawapresnya bersamaan, tetapi kemudian pelaksanaan pencoblosannya apakah harus bersamaan atau tidak. Nah itu masih boleh dipertanyakan," ujar Arsul.

Sekretaris Fraksi PPP di DPR, Achmad Baidowi, mengatakan pihaknya menghormati putusan MK. Namun, PPP menyayangkan MK mengabaikan fakta banyaknya korban meninggal dari unsur penyelenggara pemilu ketika Pemilu Serentak 2019.

"Putusan MK yang berisi variasi pilihan model keserentakan pemilu mengesankan MK gamang untuk memutuskan perkara yang diajukan pemohon. Padahal MK tinggal menguji pasal apakah bertentangan atau tidak bertentangan dengan UUD NRI 1945. Bukan malah membuat norma baru yang variatif," ujar Baidowi.

Ia mengatakan Fraksi PPP di DPR akan mendalami putusan MK tersebut. PPP juga akan mencari formulasi pemilu serentak yang murah, efektif, efisien dengan semangat jujur, adil, transparan, dan objektif.

Sekretaris Fraksi Partai NasDem di DPR Saan Mustopa mengungkapkan dari enam opsi yang diajukan MK, fraksinya lebih condong pada pemilu serentak dua tahap.

Tahap pertama, pemilihan anggota legislatif di tingkat nasional yakni DPR dan DPD bersamaan dengan pemilihan presiden dan wakil presiden. Kedua, pemilihan gubernur, wali kota, bupati, dan DPRD.

"Mungkin itu pilihan yang paling bisa dipertimbangkan," ujar Saan di Jakarta, kemarin.

 

Perkuat presidensial

Seperti NasDem, PKS pun cenderung pada opsi pemisahan pemilu nasional dan daerah. Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menilai dengan model tersebut, semua isu bisa terakomodasi dengan proporsional.

"Dan, menyesuaikan dengan rezimnya. DPRD adalah rezim pemda. Baik jika bersama dengan pilkada. Di pusat sistem presidensial diperkuat dengan keserentakan. Di lokal pemenang pilkada diperkuat dengan keserentakan DPRD," terang Mardani.

Saan mengatakan Partai NasDem sebenarnya menghendaki pemisahan antara pemilihan legislatif dan pemilihan presiden. Adapun pemilihan presiden dilakukan bersamaan dengan pemilihan kepala daerah. Untuk pemilihan legislatif di tingkat nasional dan lokal, imbuh Saan, dilakukan bersamaan.

Akan tetapi, dalam putusan MK yang dibacakan pada Rabu (26/2), opsi itu tidak ada. Meski begitu, Saan menambahkan pihaknya mengapresiasi putusan MK. yang memiliki semangat memperkuat sistem presidensial.

Disampaikan Saan, pada April 2020 DPR akan mulai menyusun draf dan naskah akademik revisi Undang-Undang Pemilu. yang antara lain memuat formulasi pemilu serentak itu. Dengan begitu, pada masa persidangan mendatang RUU tersebut sudah mulai dibahas. (Ind/P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya