Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
MAHKAMAH Konstitusi (MK) memutuskan bahwa pemilu tetap dilaksanakan secara serentak. Namun, makna serentak dalam putusan itu dianggap belum memiliki kepastian secara teknis.
"PPP mempertanyakan makna serentak itu, apakah hari pencoblosannya atau proses pengajuannya," ujar Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani di Jakarta, kemarin.
Arsul berpendapat bahwa putusan serentak yang dikeluarkan MK saat ini masih terbuka untuk tidak hanya satu tafsir. Serentak dapat bermakna bersamaan hari pencoblosannya, atau serentak dalam hal mengawali proses.
"Jadi, kan bisa saja kemudian pemilu itu kita selenggarakan serentak dalam arti misalnya, yang namanya pengajuan calon anggota DPR, anggota DPD, capres dan cawapresnya bersamaan, tetapi kemudian pelaksanaan pencoblosannya apakah harus bersamaan atau tidak. Nah itu masih boleh dipertanyakan," ujar Arsul.
Sekretaris Fraksi PPP di DPR, Achmad Baidowi, mengatakan pihaknya menghormati putusan MK. Namun, PPP menyayangkan MK mengabaikan fakta banyaknya korban meninggal dari unsur penyelenggara pemilu ketika Pemilu Serentak 2019.
"Putusan MK yang berisi variasi pilihan model keserentakan pemilu mengesankan MK gamang untuk memutuskan perkara yang diajukan pemohon. Padahal MK tinggal menguji pasal apakah bertentangan atau tidak bertentangan dengan UUD NRI 1945. Bukan malah membuat norma baru yang variatif," ujar Baidowi.
Ia mengatakan Fraksi PPP di DPR akan mendalami putusan MK tersebut. PPP juga akan mencari formulasi pemilu serentak yang murah, efektif, efisien dengan semangat jujur, adil, transparan, dan objektif.
Sekretaris Fraksi Partai NasDem di DPR Saan Mustopa mengungkapkan dari enam opsi yang diajukan MK, fraksinya lebih condong pada pemilu serentak dua tahap.
Tahap pertama, pemilihan anggota legislatif di tingkat nasional yakni DPR dan DPD bersamaan dengan pemilihan presiden dan wakil presiden. Kedua, pemilihan gubernur, wali kota, bupati, dan DPRD.
"Mungkin itu pilihan yang paling bisa dipertimbangkan," ujar Saan di Jakarta, kemarin.
Perkuat presidensial
Seperti NasDem, PKS pun cenderung pada opsi pemisahan pemilu nasional dan daerah. Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menilai dengan model tersebut, semua isu bisa terakomodasi dengan proporsional.
"Dan, menyesuaikan dengan rezimnya. DPRD adalah rezim pemda. Baik jika bersama dengan pilkada. Di pusat sistem presidensial diperkuat dengan keserentakan. Di lokal pemenang pilkada diperkuat dengan keserentakan DPRD," terang Mardani.
Saan mengatakan Partai NasDem sebenarnya menghendaki pemisahan antara pemilihan legislatif dan pemilihan presiden. Adapun pemilihan presiden dilakukan bersamaan dengan pemilihan kepala daerah. Untuk pemilihan legislatif di tingkat nasional dan lokal, imbuh Saan, dilakukan bersamaan.
Akan tetapi, dalam putusan MK yang dibacakan pada Rabu (26/2), opsi itu tidak ada. Meski begitu, Saan menambahkan pihaknya mengapresiasi putusan MK. yang memiliki semangat memperkuat sistem presidensial.
Disampaikan Saan, pada April 2020 DPR akan mulai menyusun draf dan naskah akademik revisi Undang-Undang Pemilu. yang antara lain memuat formulasi pemilu serentak itu. Dengan begitu, pada masa persidangan mendatang RUU tersebut sudah mulai dibahas. (Ind/P-2)
Mahkamah Konstitusi membacakan putusan terhadap 15 perkara pengujian undang-undang.
Harimurti menambahkan ketidakpastian hukum ini dapat dilihat dari data empiris yang menunjukkan adanya variasi putusan pengadilan dalam memaknai Pasal 31 UU No 24 Tahun 2009.
GURU Besar Ilmu Media dan Jurnalisme Fakultas Ilmu Sosial Budaya UII, Masduki, mengajukan judicial review (JR) terkait UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) pasal 65 ke MK.
DPC FPE KSBSI Mimika Papua Tengah mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) ke MK
PUTUSAN MK No.135/PUU-XXII/2024 memunculkan nomenklatur baru dalam pemilu.
Pemohon, aktivis hukum A. Fahrur Rozi, hadir langsung di ruang persidangan di Gedung MK, Jakarta.
PARTAI politik di DPR begitu reaktif dalam merespons Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 135/PUU-XXII/2025.
MELALUI Putusan No 135/PUU-XXII/2024, MK akhirnya memutuskan desain keserentakan pemilu dengan memisahkan pemilu nasional dan pemilu daerah.
Titi meminta kepada DPR untuk tidak membenturkan antara Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945 dengan putusan konstitusionalitas pemilu serentak nasional dan daerah.
WAKIL Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi menyoroti kompleksitas Pemilu serentak atau yang berlangsung bersamaan, terutama dalam konteks pemilihan legislatif dan presiden
Pengecekan berbagai jenis peralatan keamanan dan alat material khusus serta kendaraan dinas diharapkan bisa mengantisipasi terjadinya konflik saat tahapan pemilu serentak berlangsung.
KEPOLISIAN Daerah (Polda) Papua meminta bantuan 10 satuan setingkat kompi (SSK) untuk mengamankan Pemilu 2024 di empat provinsi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved