Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Terapkan TPPU demi Dana Nasabah

Cahya Mulyana
03/2/2020 09:15
Terapkan TPPU demi Dana Nasabah
Ketua DPP Partai Demokrat Herman Khaeron (kanan) bersama Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies Jerry Massie(MI/Susanto)

MEGASKANDAL yang menerpa PT Asuransi Jiwasraya (persero) mendapat perhatian dan sorotan dari berbagai pihak karena berkenaan dengan dana milik masyarakat (nasabah). Pengusutan secara hukum sudah berjalan di Kejaksaan Agung dengan menetapkan lima tersangka. Proses politik pun bergerak di gedung parlemen melalui pembentukan panitia kerja (panja).

Di balik itu ada harapan besar agar ujung dari semua proses tersebut ialah menyelamatkan hak para nasabah agar tidak kehilangan dana di Jiwasraya.

Dalam kaitan itu, pakar tindak pindana pencucian uang (TPPU) Universitas Trisakti, Yenti Garnasih, mengungkapkan para pelaku rasuah di Jiwasraya diduga telah menyamarkan aset. Guna mengembalikan kerugian negara dan hak nasabah, Kejagung patut menerapkan TPPU.

"Pastilah pengungkapan kasus ini perlu menerapkan TPPU karena peristiwa pidana korupsi itu sudah terjadi sekian lama. Pasti sudah terjadi TPPU dan hasil korupsi digunakan atau dialirkan ke berbagai kegiatan atau ke beberapa pihak, berubah menjadi aset dan lainnya," paparnya kepada Media Indonesia, Sabtu (1/2).

Ia menuturkan penelusuran dan penyitaan hasil korupsi penting untuk upaya pengembalian kerugian negara dan nasabah. Perampasan aset para tersangka juga sebagai upaya penjeraan koruptor di tengah pemidanaan yang kurang menjerakan.

Langkah Kejagung, kata dia, baru mengaitkan tersangka dengan UU Antikorupsi dan penyertaan Pasal 55 KUHP. Rasanya kurang optimal untuk mengembalikan aset Jiwasraya. Pelacakan untuk nantinya perampasan hasil korupsi harus menggunakan Pasal 3, 4, atau 5 UU No 8/2010 tentang TPPU.

"Kejagung harus tepat menerapkan siapa saja yang kena UU Tipikor dan TPPU, dan siapa yang hanya TPPU," jelasnya.

Langkah Kejagung merampas aset lima tersangka kasus tersebut, ujar Yenti, sudah menjadi dasar untuk menerapkan pasal TPPU. Lalu tidak perlu dengan pembuktian terbalik karena cukup menelusuri aliran aset para tersangka. "Sebagai rujukan, polisi sering sekali menerapkan TPPU sejak awal dan banyak berhasil sampai persidangan."

Dalam kasus yang berpotensi merugikan megara Rp13,7 triliun itu, Kejagung baru menetapkan lima tersangka, yaitu Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat, Komisaris PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro, dan mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Harry Prasetyo.

 

Cegah politisasi

Ketua DPR Puan Maharani memastikan Panja Jiwasraya tidak bertujuan memolitisasi kasus tersebut. Panja justru mengeliminasi upaya politis dari pihak yang tidak bertanggung jawab. Komisi III, Komisi VI, dan Komisi XI telah membentuk panja yang akan bekerja sesuai koridor masing-masing. "Panja bertujuan mengawasi penyelesaian kasus Jiwasraya sekaligus mencari solusi baik terhadap kepentingan nasabah maupun masa depan lembaga asuransi (Jiwasraya)," jelas Puan.

Puan menjelaskan kewenangan tiga komisi tersebut melingkupi penegakan hukum, penyelamatan perusahaan, dan evaluasi lembaga pengawasan keuangan. Hingga kini ketiga komisi belum membeberkan struktur organisasinya ke publik.

Sumber: BPK/Tim Riset MI/NRC/Grafis: Seno

 

 

Sementara itu, dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Luluk Widyawati, menyatakan komisaris ataupun dewan pengawas mestinya independen dalam mengawasi kegiatan perusahaan. "Jadi bukan hanya independen di atas kertas sehingga terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan investasi," katanya.

Luluk yang sedang menjalani proses akhir studi doktoral di University of Queensland menyebutkan sebenarnya regulasi mengenai pengawasan BUMN ataupun korporasi di Indonesia sudah baik. Namun, ketika dipraktikkan, pengawasan tidak optimal. "Yang dominan karena banyak kepentingan yang mencampuri, terutama kepentingan politik di BUMN," tukasnya.

Karena itu, tambahnya, pemerintah harus mampu meningkatkan profesionalisme dalam pengelolaan BUMN. "Ini penting agar kasus-kasus seperti Jiwasraya tidak terjadi lagi ke depan."

Mengenai upaya untuk menghindari kebangkrutan, Luluk menyatakan Jiwasraya harus mendapatkan injeksi kas dengan cara apa pun untuk menghindari klaim bangkrut. (Che/P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya