Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Sudah Ada Titik Temu soal RUU KUHP

Furqon Ulya Himawan
10/9/2019 09:20
Sudah Ada Titik Temu soal RUU KUHP
Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej.(MI/Furqon Ulya Himawan)

PENYELESAIAN RUU KUHP terus menuai perdebatan karena sejumlah pasal dianggap kontroversial. Namun, Eddy OS Hiariej, Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), menyatakan sudah ada titik temu penyelesaian atau win-win solution di pasal-pasal yang kontroversial itu.

Menurut Eddy, ada sekitar tujuh pasal yang menjadi perdebatan, yakni hukum adat, pidana mati, penghinaan presiden dan wakil presiden, kesusilaan, terorisme, korupsi dan narkotika, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup.

Dari ketujuh isu yang menjadi perdebatan itu, tinggal satu saja isu yang di-pending, yakni terkait kejahatan terhadap kesusilaan yang mencakup perzinaan, kumpul kebo, dan cabul.

"Kita akan bahas Jumat, 13 September. Jadi ini masih ada tiga kali rapat lagi. Selanjutnya mungkin 18 September, baru kemudian pengesahan tanggal 24. Jadi pending isu semua sudah dibahas," kata Eddy yang menjadi tim ahli dalam pembahasan RUU KUHP bersama anggota dewan.

Eddy menjelaskan win-win solution yang disepakati misalnya mengenai hukum hidup dalam masyarakat. "Itu diakomodasi, tapi untuk kepastian hukum harus ada kompilasi hukum adat dan itu dituangkan dalam bentuk perda."

Dalam isu pidana mati, menurut Eddy, ada jalan tengah yang disepakati, yakni dengan pidana mati bersyarat. Artinya, pidana mati boleh dijatuhkan, tapi dialternatif-kan dengan pidana percobaan. Misalnya ada orang yang mendapat hukuman pidana mati dengan percobaan 10 tahun. Kalau dalam waktu 10 tahun terpidana tadi berkelakuan baik, pidana mati diubah menjadi pidana seumur hidup atau pidana 20 tahun.

Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Luhut MP Pangaribuan berharap RUU KUHP bisa disahkan DPR sebelum pergantian masa jabatan legislator 2014-2019 ke periode selanjutnya.

"Kalau ditunda, dilemanya nanti DPR yang akan datang mengulang lagi dari awal, dan belum tentu akan jadi disahkan,'' kata Luhut.

Konsep KUHP itu sudah dibuat sejak 50 tahun yang lalu dan sampai sekarang belum juga menjadi perundang-undangan.

"KUHP sifatnya mendesak, sedangkan KUHP yang kita pakai sekarang masih dari zaman Belanda. Pada kesempatan inilah untuk mengesahkannya," tukas Luhut. (FU/Ant/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya