Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Anak Buah Menpora Terisak di Depan Majelis Hakim

Media Indonesia
30/8/2019 09:37
Anak Buah Menpora Terisak di Depan Majelis Hakim
Terdakwa kasus dugaan suap dana hibah Kemenpora kepada KONI, Mulyana, menjalani sidang pembacaan pleidoi di Pengadilan Tipikor.(MI/BARY FATHAHILAH)

DEPUTI IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Mulyana, berharap permohonannya menjadi justice collaborator (JC) dikabulkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta. Hal itu dituangkan Mulyana dalam nota pembelaan atau pleidoi.

“Dengan harapan majelis hakim akan mengabulkan permohonan JC saya  sehingga saya dapat menjalani hukuman dengan baik dan dapat segera kembali ke masyarakat,” katanya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, kemarin (Kamis, 29/8/2019).

Dia menyesal menerima suap dari korupsi bantuan dana hibah Kemenpora kepada Komite Nasional Olahraga Indonesia (KONI) yang telah membuatnya duduk di kursi pesakitan. Ia mengaku ingin kembali ke kampus setelah bebas.

Mulyana salah satu guru besar di Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Ia bergelar profesor dan tercatat sebagai dosen tetap program pascasarjana UNJ. “Harapan besar saya untuk kembali sebagai akademisi,” ujarnya sambil terisak.

Anak buah Menpora Imam Nahrawi itu dituntut hukuman tujuh tahun penjara serta denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan. Ia dinilai terbukti menerima suap dalam kasus dugaan korupsi dana hibah Kemenpora.

Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam tuntutan juga menolak permohonan JC Mulyana. Pasalnya, syarat untuk menjadi JC dinilai tidak terpenuhi.

“Terdakwa selaku penyelenggara negara merupakan penerima hadiah sehingga sesuai dengan aturan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011, permohonan JC yang diajukan terdakwa belum memenuhi syarat untuk dapat dikabulkan,” kata JPU Ronald Ferdinand Worotikan.

Dengan merujuk pada SEMA, status JC dapat diberikan kepada pelaku korupsi serta bukan pelaku utama. Penyandang status JC harus mengakui perbuatannya. Dia wajib memberikan kesaksian signifikan untuk mengungkap pelaku yang berperan lebih besar.

Mulyana didakwa menerima satu unit Mobil Fortuner VRZ TRD hitam metalik dengan nomor polisi B 1749 ZJB. Selain itu, dia juga menerima uang sebesar Rp300 juta.

Ia juga mengantongi satu kartu debit BNI bernomor 5371 7606 3014 6404 dengan saldo Rp100 juta dan satu ponsel Samsung Galaxy Note 9. Semua suap diterima Mulyana dari Sekretaris Jenderal (Sekjen) KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Johny E Awuy. (Uca/Medcom/P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya