Masyarakat Diminta Bijak Gunakan Medsos demi Indonesia Lebih Baik

mediaindonesia.com
10/7/2019 19:55
Masyarakat Diminta Bijak Gunakan Medsos demi Indonesia Lebih Baik
Pengamat komunikasi politik, Hendri Satrio, di Jakarta( MI/Susanto)

EUFORIA media sosial terutama selama pelaksanaan Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2019 telah membuat kondisi sosial kemasyarakatan bangsa Indonesia menjadi bergeser.

Masyarakat Indonesia yang dulu dikenal ramah dan santun menjadi mudah marah, yang dulu guyub dan suka musyawarah menjadi manusia yang egois dan menang sendiri. Bahkan, medsos juga untuk menyuarakan narasi-narasi negatif seperti intoleransi, radikalisme, terorisme, dan ekstremisme.

"Kegaduhan di medsos ini ada kaitannya dengan kebebasan berpendapat pemilik akun medsos. Makanya jauh-jauh hari saya katakan pemilik akun media sosial seharusnya memiliki tanggung jawab terhadap dirinya, terhadap lingkungan sekitarnya, terhadap hari ini, terhadap masa depan," pengamat komunikasi politik, Hendri Satrio, di Jakarta, Rabu (10/7).

Hendri menilai, medsos telah membuat masyarakat keblinger sehingga gempuran narasi intoleransi, radikalisme, terorisme, ektremisme, banyak berseliweran di dunia maya.

Hal ini tidak bisa dibiarkan, agar kondisi sosial kemasyarakatan baik di dunia maya dan dunia nyata bisa lebih sejuk, damai, guyub, sesuai ciri utama bangsa Indonesia.

Salah satu cara untuk mengembalikan itu semua, kata Hendri, bagaimana bagaimana pemilik akun dan kemudian dunia maya yaitu media daring (internet) menyuarakan narasi yang menyejukkan, dan tidak lagi mengunggah konten berbau radikalisme, terorisme, dan intoleransi.

"Kita harus kembali ke kaidah atau warisan pendiri bangsa. Ada banyak teknologi yang ditinggalkan pendiri bangsa untuk Indonesia seperti musyawarah mufakat, toleransi, tepa selira di dunia nyata dan dunia maya," tutur Hendri.

Berbicara tentang medsos dan berbagai fenomena yang ditimbulkan, ia mengungkapkan, hal ini juga tidak lepas dari kepemimpinan bangsa. Menurutnya, para pemimpin bangsa harus walk the top dan mampu memberikan contoh kepada masyarakat dengan menghindari isu tentang radikalisme, terorisme, dan intoleransi.


Baca juga: Nasib Dua Komisioner KPU akan Ditentukan dalam Rapat Pleno


Para pemimpin harus bisa mengajak masyarakat agar tidak memberikan stigma radikal, intoleran, ekstremis kepada orang indonesia lainnya.

"Yang boleh memberikan stigma radikal, ekstremiss, intoleransi hanya hukum. Jadi tidak boleh individu yang memberikan stempel negatif kepada orang lain. Kalau itu terjadi, Insya Allah musyawarah mufakat, tepo seliro, toleransi, dan persatuan Indonesia bisa terwujud dengan baik," ungkap pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI ini.

Hendri setuju bila kebebasan yang bertanggung jawab itu tetap diberikan kepada para pengguna akun medsos. Tentunya pegiat medsos, terutama para pengguna akun berbayar, untuk sebuah pesan tertentu bisa dikurangi, apalagi hal yang berbau politik.

"Ini memang harus ditertibkan, akan sulit bila akun berbayar yang masih diberikan pekerjaan untuk menyampaikan isu tentang politik yang bisa menyebabkan bangsa ini tetap panas. Silakan saja bila hal tentang marketing dan sisi kreativitas yang lain," kata akademisi Universitas Paramadina ini.

Ia juga mengimbau agar pemerintah secara berkala harus memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang penggunaan medsos yang bertanggung jawab. Diakui, saat ini memang beda dengan 10-15 tahun lalu saat media konvensional berkuasa, di mana medsos kini mengalahkan media konvensional.

Jika dulu orang tidak bisa memilih apa yang dibaca, sekarang masyarakat bebas berselancar di dunia maya. Untuk itu, kembali Hendri mengajak semua pihak agar bijaksana, terutama saat beraktivitas di medsos.

"Gunakan jempol sebaik-baiknya, jangan sampai gara-gara jempol kita, Indonesia terpecah belah," pungkasnya. (RO/OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya