Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
KORPS Adhyaksa masih menunggu salinan putusan peninjauan kembali (PK) Baiq Nuril Maknun, terpidana kasus perekaman ilegal konten asusila, dari Mahkamah Agung. Dalam kasus itu kejaksaan juga tidak ingin terburu-buru untuk melaksanakan eksekusi.
"Kita juga perlu melihat bagaimana rasa keadilan yang berkembang di tengah masyarakat. Itu harus kita perhatikan. Intinya tidak ada unsur lain apapun," ujar Jaksa Agung HM Prasetyo kepada wartawan di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (9/7).
Menurut dia, walaupun proses hukum yang menimpa mantan tenaga honorer SMAN 7 Mataram itu sudah tuntas, namun tetap saja eksekusi belum bisa dilakukan. Alasannya karena kemungkinan ada upaya yang ditempuh terpidana, seperti permohonan grasi dan amnesti.
Baca juga: Tolak PK Baiq Nuril, MA Minta Masyarakat Mengerti
Mengenai grasi, sambung dia, ada satu syarat yang tidak terpenuhi, yaitu masa hukuman. Grasi boleh diajukan apabila hukuman minimal yang diputuskan hakim ialah 2 tahun. Dalam kasus itu Baiq Nuril hanya divonis 6 bulan penjara.
Mengenai kasus itu, Prasetyo mengaku sudah berkomunikasi dengan Presiden Joko Widodo. Presiden pun, tambah dia, punya atensi dan perhatian penuh. "Saya sudah sampaikan kepada Presiden, ya tentunya kemungkinan yang bisa ditempuh adalah amnesti," terang dia.
Baiq Nuril diduga mentransmisikan konten asusila percakapan dirinya dan Muslim, pria yang kala itu menjabat Kepala SMAN 7 Mataram. Rekaman audio yang terjadi 2012. Selang 3 tahun kemudian rekaman itu beredar luas dan membuat Muslim geram hingga berujung ke ranah hukum.
Setelah menempuh proses persidangan tingkat pertama, kasus itu selanjutnya naik ke tahap kasasi. Dalam kasasi itu MA justru menghukum Baiq Nuril selama 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan. Baiq yang terbukti melanggar Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 ayat 1 UU Nomor 11/2008 tentang ITE selanjutnya menempuh PK dan ditolak. (OL-4)
Kasus yang melibatkan UU ITE seharusnya bisa diselesaikan melalui restorative justice. Namun, pihak yang menggunakan UU ITE enggan menyelesaikan perkara secara kekeluargaan.
Nuril didampingi tim kuasa hukum tiba di Istana pukul 15.12 WIB. Dirinya kemudian disambut Presiden Jokowi di ruang kerjanya
Nuril pun mengungkapkan keinginannya untuk kembali bekerja. Bahkan, menurutnya belum lama ini ada tawaran untuk bekerja dari pemerintah daerah.
Nuril menerima salinan Keppres Nomor 24 Tahun 2019 tentang Pemberian Amnesti saat bertemu Presiden di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat.
Yasonna menyerahkan Keputusan Presiden RI No. 24 tahun 2019 tentang Pemberian Amnesti yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 29 Juli 2019.
Amnesti bagi Nuril merupakan terobosan. Amnesti pertama pada masa kepemimpinan Presiden Jokowi yang diberikan kepada seorang perempuan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved