Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
TERDAKWA kasus penyebaran berita bohong atau hoaks, Ratna Sarumpaet, tidak menyangka foto kebohongan yang ia sebarkan berdampak hukum pada dirinya.
"Saya tidak pernah menyangka sedikit pun, foto kebohongan pribadi yang saya sampaikan ke beberapa orang itu akan berdampak hukum sehingga sampai saat ini saya masih mendekam dalam tahanan Polda Metro Jaya, terpisah dari anak-anak saya, " katanya saat membaca pleidoinya dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, kemarin.
Menurutnya, kasus yang sedang dihadapinya sarat politisasi dengan berusaha menggiring opini publik bahwa dirinya telah menyebarkan kebohongan. "Sulit dimungkiri, mengenai kasus berita bohong yang menimpa saya sudah sejak awal sarat politisasi. Media massa, media sosial, netizen, politisi, dan bahkan proses penyelidikan saya di kepolisian berusaha keras menggiring opini publik bahwa saya telah sengaja menciptakan dan menyebarkan kebohongan demi kepentingan salah satu pasangan calon presiden," jelasnya.
Ia mengaku pada foto kebohongan tersebut semata-mata hanya untuk berbohong kepada keluarganya. "Kebohongan yang saya buat sama sekali tidak punya motif politik, jauh dari menimbulkan rasa kebencian, individu maupun kelompok masyarakat tertentu. Tapi sementara hanya untuk menutupi kepada anak-anak saya bahwa saya masih melakukan operasi plastik sedot lemak," ucapnya.
Sementara itu, dalam pertemuannya kepada beberapa tokoh Badan Pemenangan Nasional (BPN) capres dan cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, ia mengatakan hanya sebatas untuk meminta saran tentang dana swadaya masyarakat Papua yang konon diperoleh dari dana Raja-Raja Nusantara yang diblokir pemerintah. Belakangan diketahui kasus tersebut merupakan penipuan.
Menurutnya, JPU hanya mempertimbangkan pernyataan ahli yang diajukannya, sedangkan ahli yang meringankan tidak dipertimbangkan. "Jaksa penuntut umum secara terang-terangan mengabaikan kesaksian Teguh Arifiadi sebagai ahli ITE dari Menkominfo yang notabene ahli dari pemerintah yang mengatakan bahwa tidak ada keonaran di media sosial, yang ada trending topic," ujarnya.
Karena itu, ia juga berharap seluruh rangkaian persidangan dapat berjalan dengan objektif dan adil tanpa tekanan dari kekuasaan untuk kepentingan tertentu. (Rif/P-4)
SEORANG wanita paruh baya dengan paras yang sangat mirip dengan Ratna Sarumpaet membuat ulah di Bali saat Nyepi.
Permohonan pembebasan bersayarat (PB) Ratna diterima dan dikabulkan sehingga Ratna menjalani hukuman selama lebih kurang 15 bulan
Ratna sebelumnya divonis 2 tahun penjara oleh majelis hakil PN Jaksel. Vonis itu jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa, yaitu 6 tahun penjara.
Alasan JPU mengajukan banding ialah putusan majelis hakim yang memberikan vonis kurang dari setengah tuntutan JPU dinilai tidak memberikan efek preventif.
JAKSA Penuntut UmumĀ yang menangani terdakwa kasus berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet juga mengajukan banding atas vonis yang diberikan kepada terdakwa karena dianggap ringan.
Padahal, sehari sebelumnya Ratna menyatakan tidak ingin mengajukan banding dan memilih ingin fokus menulis buku serta menikmati sisa di masa tahanan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved