Headline

Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.

Fokus

Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.

KPU Setuju E-Counting ketimbang E-Voting

Insi Nantika Jelita
24/4/2019 06:45
KPU Setuju E-Counting ketimbang E-Voting
Komisioner KPU Viryan Aziz(ANTARA FOTO /Agus Setiawan)

KOMISI Pemilihan Umum tidak setuju dengan usul penggunaan e-voting (electronic voting) untuk melakukan pemungutan suara. Menurut komisioner KPU Viryan Aziz, penggunaan surat suara masih relevan digunakan pemilih.

"Kalau saya, e-voting tidak setuju. Opsinya sebenarnya ada tiga penggunaan teknologi informasi dalam pemilu. Yang pertama e-voting, kedua e-counting, dan ketiga e-rekap. Melihat kondisi yang ada saat ini, saya melihat patut mempertimbangkan penggunaan e-counting," ujarnya di Gedung KPU, Menteng, Jakarta, kemarin.

Menurut Viryan, pemungutan suara tetap secara manual dengan menggunakan surat suara, tapi penghitungan suaranya secara elektronik. Kemudian, kata dia, surat suara yang sudah dicoblos akan dimasukkan ke sebuah alat dan itu hasilnya langsung terkonfirmasi.

"Nah ini lebih efisien, tapi tentu juga kita perlu pertimbangkan bagaimana alat tersebut. Jadi nanti isunya akan lebih pada alat. Bagaimana misalnya alatnya yang andal. Margin of error-nya harus sangat kecil. Bila perlu tidak boleh ada karena satu suara berarti," terangnya.

Untuk e-rekap, lanjutnya, bisa dilakukan setelah perhitungan di TPS selesai lalu direkap. Saat ini pe-rekapan suara dilakukan di Panitia Pemilih Kecamatan (PPK). Dengan adanya e-rekap tidak lagi melalui PPK karena sudah ada mesin.

"Paling tidak wacana ini bisa diterapkan mulai pilkada setelah Pemilu 2019. Namun, KPU sepenuhnya bergantung pada pembentuk undang-undang," ujar Viryan.

Dia berpendapat sebagian besar petugas dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) kelelahan karena menghitung, bukan melayani masyarakat atau pemilih menggunakan hak pilih.

Sebelumnya, kisruh penghitungan surat suara dalam Pemilu Serentak 2019 mengundang Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) angkat bicara.

"Teknologi e-voting menjamin berlangsungnya pemungutan suara dan penghitungan menggunakan TIK (teknologi, informasi, dan komunikasi) demi pemilu yang transparan, jujur, dan akuntabel, serta dapat diaudit di tiap tahapannya," ungkap Direktur Pusat Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (PTIK)BPPT Michael A Purwoadi di Kantor BPPT, Jakarta, kemarin.

BPPT sudah melakukan kajian dan mempraktikkan e-voting ini di lebih dari 900 pilkades. "Perolehan suara pun langsung bisa diketahui saat TPS tutup," ungkapnya.

Namun, usul BPPT soal e-voting ini, selain ditolak KPU, juga ditolak  anggota Komisi II DPR Achmad Baidowi dan pengamat pemilu Titi Anggraini.

"Selain soal anggaran, infrastuktur, SDM, dan kesiapan pemilih, juga keamanan dari peretasan. Di Jerman saja penggunaan e-voting dibatalkan MK di beberapa negara bagian," ujar Baidowi.

Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan persoalan pemilu di Indonesia bukan pada sistem pemungutan suara, melainkan desain dan perangkatnya. "Pemungutan suara di TPS paling transparan di dunia, dan negara lain menggunakan referensi pemilu kita," cetus Titi. (Ins/Put/X-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya