Headline

Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan

Fokus

Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah

Politik Identitas Dinilai tidak Mampu Memenangkan Pemilu

Golda Eksa
08/4/2019 18:40
Politik Identitas Dinilai tidak Mampu Memenangkan Pemilu
Direktur Eksekutif Indodata Danis T Saputra (paling kiri) mendengarkan pendapat pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia(MI/Golda)

DIREKTUR Eksekutif Indidota Danis T Saputra menyebut penerapan politik identitas di Indonesia dipastikan tidak bisa memenangkan kontestasi pesta demokrasi. Secara politik masyarakat sangat dewasa, serta mampu mengidentifikasi dirinya sebagai masyarakat nasionalis dan religius.

"Ini sekaligus memberikan pelajaran politik kepada seluruh partai politik dan politisi bahwa politik identitas apa pun namanya, ya harus mengedepankan kompromisme nasionalis, agama, sosialis, yang menyatu dan menciptakan kebersamaan. Itulah yang menjadi warna," ujarnya.

Danis mengemukakan hal itu di sela-sela acara rilis survei nasional bertajuk 'Prediksi Pemilu 2019 dan Perilaku Pemilih Muslim di Indonesia', di Jakarta, Senin (8/4).

Menurut dia, maraknya politik identitas keislaman ternyata tidak berbanding lurus dengan elektabilitas partai Islam.

"Yang kami lihat justru elektoral efek atau intensif elektoral lebih banyak masuk atau dinikmati lembaga-lembaga keagamaan Islam, semisal Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, dan organisasi lainnya. Kenapa? Karena itu diakibatkan isu-isu yang muncul bukan parpol, tapi lebih pada organisasi keagamaan."


Baca juga: Hari ini Pemilih di Luar Negeri Bisa Nyoblos di TPS setempat


Ia tidak memungkiri saat ini muncul kekhawatiran masyarakat terkait politik keagamaan Islam. Bahkan, banyak pula parpol atau kandidat tertentu menggunakan identitas keagamaan, khususnya Islam sebagai sebuah 'komoditas' politik.

Menurut dia, pada satu sisi agama sebetulnya mampu mendorong partisipasi politik. Hasil survei Indodata menyebutkan sekitar 99% masyarakat menyatakan siap dan ingin memilih pada Pemilu 2019. Artinya, pada saat yang sama agama mampu mendorong perilaku pemilih politik yang terbuka.

"Tapi pada saat lain ada kekhwatiran ketika agama menjadi komoditas politik maka agama mampu menjadi potensi laten untuk memecah belah, disintegrasi, yang kemudian ini berdampak sangat masif dan merugikan bagi perkembangan Indonesia di masa yang akan datang," katanya.

Berdasarkan hasil survei Indodata, pemilih muslim dengan potensi suara mencapai 86% di Indonesia justru sangat plural. Suara para pemilih muslim juga terbagi secara merata pada dua paslon capres-cawapres, walaupun realitasnya ada pemilih yang lebih banyak memilih salah satu kandidat.

"Ini membuktikan bahwa pemilih muslim di Indonesia adalah moderat dan terbuka. Kami juga menanyakan apakah Anda setuju dengan sistem demokrasi di Indonesia? 50% mengatakan setuju. Bahkan, pada 2019 hampir 80% mengatakan mereka setuju dengan demokrasi," pungkasnya. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya