Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
PENELITI Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina mengatakan ada kemungkinan caleg eks koruptor kembali terpilih di Pileg 2019 mendatang.
Almas menilai saat ini dengan modal sosial yang dimiliki oleh caleg yang bersangkutan, membuat publik cenderung memilih, meskipun rekam jejaknya pernah tersandung kasus korupsi.
Selain itu, ia juga melihat caleg eks koruptor tersebut juga sebelumnya telah menempati posisi sebagai anggota legislatif, sehingga publik melihat tersebut sebagai sebuah faktor untuk memilih caleg eks koruptor tersebut.
"Nama yang kita lihat di daftar merupakan nama yang populer dan dikenal publik, serta telah menduduki jabatan sebagai anggota legislatif. Secara pengenalan, mereka sudah ditangkap publik," kata Almas, ketika dihubungi, Minggu (24/2).
Selain itu, ia menilai caleg eks koruptor juga tidak sungkan mengampanyekan dirinya ke publik. Ia juga melihat kampanye dilakukan secara masif. Hal itu terlihat dari baliho di papan reklame yang besar.
Lebih lanjut, Almas mengatakan publik tidak sepenuhnya mengetahui kasus korupsi yang pernah menjerat caleg. Almas menyadari memang media massa telah memberikan informasi mengenai rekam jejak caleg, tetapi ia menilai tidak menyasar seluruh lapisan masyarakat.
"Sekarang memang diwajibkan untuk menyampaikan secara jujur dan terbuka, tapi hanya melalui media massa. Pertanyaannya berapa banyak yang baca dari media arus utama?" kata Almas.
Baca juga: Ayo Cari Tahu Rekam Jejak Caleg lewat Rekamjejak.net
KPU, sebagai penyelenggara Pemilu, kata Almas, telah mempublikasikan daftar nama caleg eks koruptor. Akan tetapi, ia mengatakan hal tersebut tidak lama menjadi diskursus di ruang publik.
"KPU mempublikasikan nama itu, ya, ramainya hanya di medsos selama satu atau dua hari. Setelah itu, tensinya menurun. Kami tidak bisa menjangkau hingga ke daerah, padahal banyak eks napi ini berasal dari luar Jakarta," kata Almas.
Almas mengatakan pihaknya bersama lembaga swadaya masyarakat lainnya telah menyosialisasikan caleg eks koruptor tersebut secara masif. Meski demikian, ia menilai upaya pemberian informasi juga harus dilakukan ketika hari pencoblosan.
"ICW dan temain lainnya, seperti Perludem dan Netgrit menyosialisasikan dengan masif, salah satunya dengan memasang daftar caleg eks napi di TPS ketika pencoblosan. Memang ada wacana tapi harus direalisasikan," kata Almas.
Almas mengatakan publik harus mengetahui rekam jejak wakil di parlemen yang mereka pilih. Hak tersebut, lantaran saat ini citra parlemen sangat buruk dengan seringnya terjerat kasus korupsi.
Ia menilai, dengan tidak mencalonkan eks napi korupsi, setidaknya bisa memberi citra yang positif bagi parlemen. Sehingga, mampu menggeser stigma parlemen yang korup.
"Evaluasi DPR 2014-2019, menjadi rapor merah, kan soal korupsi, ketua DPR, wakil ketua DPR tersangka korupsi. Parlemen di daerah mereka juga banyak ditetapkan sebagai tersangka. Citra ini yang seharusnya diubah," kata Almas.
Salah seorang warga Muara Karang, Penjaringan, Jakarta Utara, Ade Suhendra, 42, mengatakan jika peraturan membolehkan eks koruptor menjadi caleg, maka tak ada yang salah ia akan terpilih.
Meski ia melihat akan ada pergeseran penilaian dari publik, karena pernah terlibat kasus korupsi. Akan tetapi, pada akhirnya ia akan melihat apa visi-misi yang dibawa oleh caleg tersebut.
"Kalau peraturannya dibolehkan, mau bagaimana. Yang penting kan nanti, visi-misi yang ia tawarkan. Terlepas dia mantan koruptor atau bukan," kata Ade.
Kendati demikian, ia sendiri mengaku lebih memilih calon yang memiliki rekam jejak yang bersih, ketimbang pernah tersangkut hukum. Ade menilai, meski telah melalui proses hukum dan bisa dipilih, tetapi masih ada calon lain yang punya rekam jejak lebih baik.
"Kalau saya tentu milih yang lain. Tapi itu kembali ke pilihan pribadi, ya. Kalau ada yang berbeda, tidak masalah. Tapi, menurut saya, dari sekian banyak calon, kan tidak semuanya mantan koruptor," kata Ade.
Sementara itu, warga Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara, Uswatun Hasanah, 45, mengaku telah mengetahui perihal adanya caleg eks koruptor. Ia mengetahui hal tersebut melalui media massa.
"Saya tahu itu dari berita. Sempat ramai juga," kata Uswatun.
Meski mengetahui adanya caleg eks koruptor tersebut di daerah pemilihannya, ia mengaku hal tersebut sah-sah saja, karena tidak melanggar aturan.
"M. Taufik, itu ya? Sebelumnya sudah terpilih, kan? Kalau memang dia mantan koruptor, tapi dia sudah masuk daftar calon, toh. Mau bagaimana? Nanti deh saya pikir-pikir dulu mau pilih siapa," kata Uswatun. (OL-3)
KPK menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka suap terkait buronan Harun Masiku. Hasto disebut aktif mengupayakan Harun memenangkan kursi anggota DPR pada Pemilu 2019.
Bagi Mahfud, batalnya memakai kemeja putih tersebut lima tahun lalu menyimpan pesan tersendiri.
PENDUKUNG Joko Widodo pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 kini berbalik mendukung calon presiden (capres) Prabowo Subianto jelang Pilpres 2024.
Burhanuddin Muhtadi mengaku diserang akun yang menuduh dirinya sebagai dalang quick count palsu yang ditayangkan di televisi dan menerima bayaran Rp450 miliar.
Pengalaman nyoblos di Los Angeles kali ini, sangat menarik karena di KJRI-LA juga diadakan hiburan seperti live music dan kita juga bisa membeli makanan-makanan khas Indonesia.
Gerak-gerik pelaku dalam video rekaman yang beredar di media sosial juga dinilai amat tenang. Padahal, pelaku telah ketahuan sedang mencoblos surat suara salah satu pasangan calon.
Jika partai politik membangun kaderisasi hingga tingkat paling rendah, menurut dia, seharusnya yang dipercaya untuk menjadi caleg adalah kader partai yang berasal dari tempat pencalonan.
Ray menegaskan Shintia layak di PAW jika terbukti benar melakukan penggelembungan suara pada Pileg 2024 lalu. Ray menegaskan, suara dari penggelembungan suara itu tidak sah dan harus dianulir.
Ward menuturkan, istrinya merupakan kader partai sekaligus anggota legislatif di Belanda.
Surat dari DPP PDIP dibutuhkan untuk menyelesaikan perbedaan tafsir terkait penetapan caleg yang sudah meninggal pada Pamilu 2019. Dia juga menjelaskan surat balasan dari MA.
Yasonna keluar dari Gedung Merah Putih KPK sekitar pukul 16.45 WIB. Jalur pulang dia berbeda dengan saksi lainnya.
PDIP memecat calon anggota legislatif (caleg) terpilih DPR Tia Rahmania yang belum lama ini mengkritik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved