Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Pembentukan Mahkamah Pemilu Solusi Berantas Korupsi Politik

Golda Eksa
03/2/2019 09:15
Pembentukan Mahkamah Pemilu Solusi Berantas Korupsi Politik
(Dok. wikidpr.org)

REFORMASI secara besar-besaran terhadap sinkronisasi dan harmonisasi sistem perundang-undangan terkait dengan dampak pemilu harus dilakukan.

Langkah itu bertujuan memastikan demokrasi tetap fundamental serta menguatkan penegakan hukum di Tanah Air.

Demikian pernyataan Erwin M Singaruju , anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, di sela-sela diskusi Menimbang Caleg Eks Koruptor, di Jakarta, kemarin. Hadir pula sebagai pembicara politikus Partai Gerindra Miftah Nur Sabri, Wakil Kepala Sekolah Tinggi Hukum Jentera (STH Jentera) Bivitri Susanti, dan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho.

Menurut Erwin, keputusan Komisi Pemilihan Umum yang berani mengumumkan 49 calon anggota DPRD dan DPD eks koruptor patut diapresiasi. Namun, persoalan itu diprediksi bakal terus terjadi apabila tidak ada langkah konkret untuk mencegah hadirnya mantan koruptor dalam perhelatan pesta demokrasi.

"Apalagi, kita tidak punya tradisi mengundurkan diri. Ini menjadi problem tersendiri karena budaya malu itu tidak ada, tradisi mundur tidak membumi. Persoalan lain ialah tingginya biaya politik," ujarnya.

Menurut dia, solusi terbaik ialah membentuk mahkamah pemilu seperti di Brazil. Lembaga tersebut punya peran sangat penting, semisal, membubarkan partai politik yang ketahuan bermain politik uang, termasuk mendiskualifikasi caleg yang terbukti terlibat praktik lancung.

"Sanksinya ialah membayar denda dan jika tidak dilakukan, dibubarkan parpolnya. Begitu pula dengan caleg yang juga dikenakan denda dan kemudian didiskualifikasi. Kan, jelas hukum pidana pemilu dan hukum acaranya. Beda dengan sekarang yang hanya mengandalkan Bawaslu dan DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) saja," ujar dia.

Emerson menambahkan, hadirnya caleg eks koruptor sedianya tidak perlu menjadi polemik apabila parpol bersedia memecat kader yang bermasalah. Keputusan itu pun bisa menjadi pembuktian bahwa parpol punya komitmen antikorupsi.

"Kami juga merekomendasikan perubahan regulasi, khususnya di UU Tipikor, yaitu terdakwa kasus korupsi ada tambahan pencabutan hak politik lebih dari 5 tahun atau kalau perlu seumur hidup. Ini pembelajaran buat parpol untuk tidak memilih figur yang tidak memiliki integritas," terang dia.

Senada dikemukakan Bivitri. Menurut dia, calon pejabat publik yang selalu memikirkan 'balik modal' merupakan penyakit yang perlu dibersihkan. Lingkaran setan pun harus diputus untuk melindungi masyarakat selaku pemilih.

Ia mendorong agar terjadi reformasi sistem kepartaian, seperti menggelar proses rekrutmen caleg yang berintegritas dan transparan. "Kemudian, KPU tetap percaya diri dengan mengumumkan caleg bermasalah. Selain melindungi pemilih, perlu dipikirkan juga bagaimana menyelenggarakan pemilu supaya manfaatnya ke depannya," pungkasnya. (Gol/P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya