Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Laporkan KPU ke Polisi, Pengamat: Pihak OSO Bajak Proses Pemilu

Insi Nantika Jelita
30/1/2019 14:31
Laporkan KPU ke Polisi, Pengamat: Pihak OSO Bajak Proses Pemilu
(MI/INSI NANTIKA JELITA)

SELURUH anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dilaporkan ke Polda Metro karena diduga telah melakukan tindak pidana lantaran tidak menaati putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait pencalegan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) yang tidak masuk dalam DCT DPD.

Menanggapi hal tersebut, Koalisi Masyarakat Demokrasi lndonesia merespons dengan keras dengan menyatakan sikap 'Menolak Kriminalisasi Anggota KPU'. Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia ( Formappi) Lucius Karus mengatakan apa yang dilakukan pihak OSO telah membajak proses pemilu.

"Upaya itu merupakan tindakan yang mencoba membajak proses penyelenggaraan Pemilu. Bagaimana mungkin penyelenggara yang menaati putusan MK dapat dipidanakan. Kepolisian harusnya responsif terhadap kondisi penyelenggaraan Pemilu dan tidak mengutamakan laporan-laporan yang berpotensi membajak penyelenggaraan Pemilu," ungkapnya di Media Center KPU, Menteng, Jakarta, Rabu (30/1).

Lebih lanjut, Lucius menyebut Koalisi Masyarakat Demokrasi lndonesia mengutuk langkah-langkah yang mencoba mendelegitimasi proses penyelenggaraan pemilu dan tindakan pemanggilan penyelenggara Pemilu. Hal ini berkaitan dengan kasus-kasus pelaporan pidana yang merupakan bentuk pemaksaan kehendak individu atas kepentingan umum dalam penyelenggaraan Pemilu.

Pihaknya pun meminta polri mendukung langkah KPU dalam menjaga konstitusionalitas penyelenggaraan pemilu 2019.

Baca juga: Ketua KPU Diperiksa Polisi Gara-gara Laporan OSO

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Lingkar Mardani Ray Rangkuti menyebut KPU telah menjadi korban dari kebijakan yang berbeda-beda, yaitu antara putusan MK dengan MA, PTUN dan Bawaslu terkait pencalegan OSO.

"KPU korban dari kebijakan yang berbeda-beda. KPU seperti mengalami dilema dari putusan hukum yang saling bertabrakan satu sama lain. Uniknya KPU justru yang harus menanggung akibatnya. Sebetulnya bukan karena KPU yang salah, tapi ini efek akibat aturan yang saling bertolak belakang satu sama lain," tegasnya.

Ray berharap KPU bisa menjelaskan posisi yang melaksanakan aturan konstitusi bukan membuat aturan. Ray kemudian menawarkan solusi atas polemik OSO yang tak kunjung selesai.

"Solusi yang paling tepat terhadap masalah ini adalah tiga institusi pembuat aturan ini harus bertemu, bagaimana menyelamatkan kasus ini. Baik Bawaslu, mungkin MA, dan MK. Karena akibat putusan mereka, KPU jadi korban, sejatinya mereka yang harus menanggung akibat dari putusan ini, bukan KPU," jelasnya.

Senada, Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menjelaskan kehadiran para pengamat yang bergabung dalam Koalisi Masyarakat Demokrasi lndonesia untuk mendukung KPU terkait pelaporan ke Polda Metro oleh kuasa hukum OSO.

Bivitri menekankan KPU sedang melaksanakan konstruksi konstitusional bahwa DPD hanya bisa diisi oleh anggota yang bukan pengurus partai politik.

"KPU telah berpegang ke konstitusi malah dilaporkan ke pidana, pidana kan tempatnya kriminal, apakah KPU menurut kita (melakukan tindakan) kriminal?" tuturnya.

"Menurut saya jelas bukan, karena mengikuti konstitusi kok. Saya sebagai anggota pengajar dan asosiasi hukum tata negara merasa ini harus diluruskan dong. Kita bicara konstitusi yang bener kok malah dipidana. Ini bukan persoalan administratif tapi persoalan konstitusional dan kpu sudah melaksanakannya," terangnya.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya