Headline

Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.

#IwanBuleOut

Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group
07/10/2022 05:00
#IwanBuleOut
Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

“INI semua saya lakukan dalam kondisi sehat walafiat. Bertanggungjawablah kalian. Saya mundur bukan tidak bertanggung jawab, tapi karena saya bertanggung jawab.’’ Kalimat itu disampaikan oleh Edy Rahmayadi di depan Kongres PSSI di Bali, 20 Januari 2019. Edy semestinya memberikan sambutan, tetapi dia malah mengumumkan pengunduran dirinya.

Edy ialah Ketua Umum PSSI 2016-2020. Dia memilih mengakhiri masa jabatannya lebih cepat. Tidak ada alasan pasti yang dia ucapkan, tapi ketika itu sepak bola tengah dihantam badai pengaturan skor. Ada pula yang menduga, Edy mundur karena keinginannya sebagai Gubernur Sumatra Utara telah tercapai. 

Azwar Anas ialah Ketua Umum PSSI 1991-1998. Dia mundur sebagai bentuk pertanggungjawaban atas skandal sepak bola gajah yang melibatkan timnas di Piala Tiger 1998. Dalam skandal amat memalukan bangsa itu, Mursyid Effendi sengaja melakukan gol bunuh diri agar timnas kalah dari Thailand demi menghindari tuan rumah Vietnam di semifinal.

Azwar orang baik. Kebaikannya itulah yang dimanfaatkan oleh orang-orang di sekelilingnya yang tidak baik. ‘’Bapak sih terlalu baik,’’ kata saya waktu itu setelah Azwar mengumumkan pengunduran diri. ‘’Ah, kamu bisa aja,’’ jawabnya sembari tersenyum.

Jauh sebelumnya, beberapa ketua umum PSSI juga mengundurkan diri. Ada Bardosono, ada Ali Sadikin, ada pula Sjarnoebi Said. Mereka tak menuntaskan masa jabatan dengan beragam alasan. Pada 1980, Bang Ali mundur karena merasa gagal memimpin PSSI. Sjarnoebi yang mengambil tanggung jawab Bang Ali juga lengser karena timnas gagal di SEA Games XII Singapura 1983.

Di mancanegara, mundur sebagai wujud pertanggungjawaban juga banyak dilakukan oleh ketua asosiasi sepak bola. Sebut saja Tunku Ismail Sultan Ibrahim yang menanggalkan posisi Presiden Asosiasi Sepak Bola Malaysia pada Maret 2018 karena Malaysia anjlok ke peringkat 178 FIFA.

Ada pula Musa Bility yang pada waktu beriringan menanggalkan jabatan Ketua Umum Asosiasi Sepak Bola Liberia. Tidak ada skandal. Prestasi sepak bola negaranya juga tak buruk. Dia memilih mundur karena sudah dua periode menjabat. Dia ingin memberikan teladan bahwa tidak perlu tiga atau empat periode, juga tak perlu tambahan masa jabatan.

Kata para bijak, mundur ialah bentuk pertanggungjawaban mulia atas sebuah kegagalan. Di sepak bola, kemuliaan itu telah mereka tunjukkan.

Akan tetapi, tak semua menjadikan kemuliaan sebagai keutamaan. Nurdin Halid, misalnya, ogah mundur meski terlibat kasus korupsi. Dia bahkan memimpin rapat PSSI di penjara.

Kini, kemuliaan itu diuji dalam diri Mochamad Iriawan alias Iwan Bule. Tragedi Kanjuruhan yang merenggut sedikitnya 131 nyawa Aremania ialah duka tiada tara. Tragedi tak terperi. Investigasi sedang dilakukan oleh beberapa institusi. Biarkan mereka bekerja untuk mengungkap apa yang keliru, siapa yang salah, siapa yang harus bertanggung jawab.

Akan tetapi, elok nian jika ada yang berjiwa kesatria. Iwan Bule, misalnya. Tragedi Kanjuruhan bisa jadi akibat kesalahan panpel, bisa pula kesalahan aparat keamanan, tapi tanggung jawab moral juga ada di pundak Ketua Umum PSSI.

Panpel pertandingan Arema kontra Persebaya pada 1 November 2022 berada di bawah otoritas PT Liga Indonesia Baru. PT LIB ada di bawah PSSI. PSSI berada di bawah kepemimpinan Iwan Bule. Jadi, Iwan Bule ikut bertanggung jawab. Tentu, yang lain pantang lepas tangan. Petinggi PT LIB, umpamanya. Pejabat-pejabat kepolisian terkait, amsalnya.

Itulah yang dikehendaki masyarakat sepak bola nasional. Kemarin sore, petisi di change.org perihal desakan ketua umum dan pengurus PSSI mundur telah diteken 11.466 dari 15.000 yang dibutuhkan. Di Twitter, tagar #IwanBuleOut menjadi trending topic. Ribuan cuitan disuarakan warganet. Mereka mendesak Iwan Bule meninggalkan PSSI sebagai bentuk tanggung jawab dan empati atas Tragedi Kanjuruhan.

Apa yang dilakukan publik wajar, sangat wajar. Apa yang terjadi di Kanjuruhan sulit untuk dimaafkan. Buruknya prestasi atau pengaturan skor memang menyesakkan, tapi kiranya tak sebanding dengan pertandingan bertumbal nyawa. Terlebih, ratusan suporter meninggal dunia.

Kalau prestasi buruk atau skandal suap saja sudah cukup bagi ketua umum PSSI mundur, haruskah Iwan Bule bergeming meski sepak bola bersimbah darah? Sayangnya, hingga detik ini dia masih kukuh bertahan. Kata dia, “Bentuk tanggung jawab saya ialah menemui korban, melihat langsung, mengevaluasi, dan memberikan santunan kepada korban.’’ Dia menolak mundur.

Menjadi ketua umum PSSI memang enak sehingga sayang untuk dilepaskan. Ia bisa mendapatkan puji sanjung ketika tim PSSI menorehkan prestasi. Ia bisa naik podium dan mengangkat trofi ketika tim menjadi kampiun kendati tempat itu bukan miliknya. Ia juga bisa terus memopulerkan diri jika ingin berkompetisi di pilkada.

Namun, kiranya kemuliaan jauh lebih berarti. Mundur sebagai pertanggungjawaban moral atas Tragedi Kanjuruhan ialah kemuliaan itu. Tidak cuma Iwan Bule, para pengurus yang sudah puluhan tahun bercokol di PSSI, tapi tetap nirprestasi juga mesti mengundurkan diri. Itu kalau mereka punya kebesaran hati.



Berita Lainnya
  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.

  • Macan Kertas Pertimbangan MK

    21/7/2025 05:00

    ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.  

  • Debat Tarif Trump

    19/7/2025 05:00

    MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka?