Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Setara Institute: Fatwa MUI Jateng Terkait Pilkada Diskriminatif

Mohamad Farhan Zhuhri
24/11/2024 17:59
Setara Institute: Fatwa MUI Jateng Terkait Pilkada Diskriminatif
Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan .(Antara/Rio Feisal)

MAJELIS Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah mengeluarkan fatwa terkait pemilihan kepala daerah (pilkada), salah satunya yakni mewajibkan umat Islam untuk memilih calon pemimpin yang seakidah, amanah, jujur, terpercaya dan memperjuangkan  kepentingan syiar Islam.

Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan menyebut fatwa tersebut diskriminatif dan bertentangan dengan hukum negara. "Pasal 28D ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menegaskan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan," ujarnya melalui keterangan tertulis, Minggu (24/11).

Merujuk UU 39 Tahun 1999 tentang HAM bahwa menyatakan bahwa setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih berdasarkan persamaan hak, ia mengatakan hak memilih dan dipilih melekat pada setiap warga negara, apapun identitas yang bersangkutan.

"Mewajibkan pemilih dari kalangan Umat Islam untuk memilih calon yang seakidah merupakan tindakan pembedaan atau diskriminasi yang hanya mengistimewakan calon dari kalangan umat Islam," jelasnya.

Hasan juga mengatakan, fatwa juga bersifat segregatif dan bahkan bisa melemahkan kebinekaan Indonesia. "Pilkada dan hajatan elektoral merupakan wahana kebangsaan, di samping momentum untuk memilih pejabat publik," ujarnya.

Ia menyertakan, hajatan elektoral merupakan event kolektif untuk menguatkan kebangsaan Indonesia dalam tata kebinekaan berdasarkan Pancasila.

"Fatwa semacam itu berpotensi memecah belah masyarakat Indonesia yang majemuk. Pemaksaan preferensi agama dalam memilih pemimpin akan menciptakan segregasi sosial-politik dan memantik polarisasi di tengah-tengah masyarakat," jelasnya.

Lebih lanjut, pihaknya memandang bahwa fatwa adalah pandangan keagamaan biasa, tidak mengikat, dan tidak memiliki kekuatan hukum apapun.

"Oleh karena itu, publik dan pemilih, termasuk pemilih dari kalangan umat Islam dapat mengabaikan pandangan keagamaan yang tidak memiliki kekuatan hukum apapun karena tidak sesuai dengan kebinekaan Indonesia," paparnya. (J-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Eksa
Berita Lainnya