Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
CALEG terpilih hasil Pemilu 2024 masih menunggu tahap pelantikan yang agendanya diselenggarakan pada awal Oktober mendatang. Di tengah proses menunggu itu, terdapat tahapan Pilkada 2024, yakni pendafataran bakal pasangan calon pada 27-29 Agustus.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Mochammad Afifuddin mengatakan, caleg terpilih dapat mendaftaran diri dalam kontestasi Pilkada 2024. Kendati demikian, Afifuddin menyebut bahwa mereka harus mengundurkan diri sebagai caleg terpilih.
"Yang sudah terpilih sebagai anggota dewan sekarang, kalau mau nyalon kepala daerah harus mundur, meskipun belum dilantik," katanya dalam Rapat Koordinasi Kesiapan Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024 Wilayah Bali dan Nusa Tenggara yang digelar di Bali, Selasa (30/7).
Baca juga : Caleg Terpilih Bisa Dilantik Susulan Jika Ikut Pilkada, Pakar: Inkonstitusional
Ketentuan tersebut telah diatur KPU lewat Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8/2024, tepatnya pada Pasal 14 ayat (4) huruf d. Beleid tersebut secara lengkap menjelaskan bahwa calon terpilih anggota DPR, DPD, atau DPRD wajib mengundurkan diri jika ingin mencalonkan diri sebagai calon gubernur-wakil gubernur, calon bupati-wakil bupati, ataupun calon wali kota-wakil wali kota.
Selain caleg terpilih, kewajiban mundur dari jabatan jika ingin mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah juga berlaku bagi penyelenggara pemilu. Afifuddin menyebut, jajaran KPU boleh berkontestasi pada Pilkada 2024 mendatang. Ia mengungkap, sudah ada tiga komisioner KPU di daerah yang menyerhakan surat pengunduran diri.
"Satu, Ketua KPU Provinsi Gorontalo. (Lalu) anggota KPU Provinsi Papua Pegunungan, dan anggota KPU di kabupaten/kota di Lampung," tandasnya.
Baca juga : Pernyataan Ketua KPU soal Caleg Terpilih yang Ikut Pilkada Jadi Polemik
Kendati demikian, pakar hukum pemilu dari Universitas Indonesia Titi Anggraini berpendapat seharusnya mantan penyelenggara pemilu, baik dari KPU, Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) wajib menunggu jeda lima tahun sebelum dapat berkontestasi pada ajang pilkada.
Terlebih, jeda waktu yang sama juga berlaku jika ada mantan kader partai politik yang ingin mencalonkan diri sebagai penyelenggara pemilu. Ia menjelaskan, masa jeda itu dilakukan untuk menghindari bias dan penyalahgunaan akses serta wewenang jabatan dan kepentingan partisan dalam rangka kontestasi politik.
"Partai politik harus jadi bagian dari tanggung jawab menjaga kemandirian dan integritas penyelenggara pemilu, oleh karena itu mestinya partai politik tidak mencalonkan penyelenggara pemilu yang berniat maju di pilkada 2024," ujar Titi. (Z-6)
Jika partai politik membangun kaderisasi hingga tingkat paling rendah, menurut dia, seharusnya yang dipercaya untuk menjadi caleg adalah kader partai yang berasal dari tempat pencalonan.
Ray menegaskan Shintia layak di PAW jika terbukti benar melakukan penggelembungan suara pada Pileg 2024 lalu. Ray menegaskan, suara dari penggelembungan suara itu tidak sah dan harus dianulir.
Ward menuturkan, istrinya merupakan kader partai sekaligus anggota legislatif di Belanda.
Surat dari DPP PDIP dibutuhkan untuk menyelesaikan perbedaan tafsir terkait penetapan caleg yang sudah meninggal pada Pamilu 2019. Dia juga menjelaskan surat balasan dari MA.
Yasonna keluar dari Gedung Merah Putih KPK sekitar pukul 16.45 WIB. Jalur pulang dia berbeda dengan saksi lainnya.
PDIP memecat calon anggota legislatif (caleg) terpilih DPR Tia Rahmania yang belum lama ini mengkritik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
PARTAI Kebangkitan Bangsa (PKB) menilai pemilu terpisah tidak berpengaruh terhadap sistem kepengurusan partai. Namun, justru berdampak pada pemilih yang lelah.
PAKAR hukum Pemilu FH UI, Titi Anggraini mengusulkan jabatan kepala daerah dan anggota DPRD provinsi, kabupaten, dan kota yang terpilih pada Pemilu 2024 diperpanjang.
GURU Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Umbu Rauta menanggapi berbagai tanggapan terhadap putusan MK tentang pemisahan Pemilu.
PEMISAHAN pemilu tingkat nasional dan lokal yang diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai keliru. Itu harusnya dilakukan pembuat undang-undang atau DPR
Titi Anggraini mengatakan partai politik seharusnya patuh pada konstitusi. Hal itu ia sampaikan terkait putusan MK No.135/PUU-XXII/2024 mengenai pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal
AHY menyebut keputusan MK itu akan berdampak pada seluruh partai politik, termasuk Partai Demokrat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved