Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
KALANGAN anak merupakan salah satu elemen masyarakat yang rentan dalam pelaksanaan pilkada. Pasalnya, anak sering kali menjadi korban dari politik praktis, khususnya dalam pelaksanaan pilkada.
Banyak modus yang ditemukan baik oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), dan Bawaslu, terkait pelibatan anak dalam kegiatan-kegiatan politik praktis selama tahapan Pilkada Serentak 2020. Misalnya, menjadikan anak sebagai objektivikasi dalam iklan-iklan politik dan memanipulasi data anak yang masih di bawah umur sehingga bisa memilih. Lalu, melibatkan anak dalam panggung hiburan ketika kampanye, mengajak anak untuk memakai atribut-atribut kampanye, dan bahkan menggunakan tempat bermain anak untuk kegiatan kampanye.
Sejatinya, setiap anak memiliki hak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan kegiatan politik praktis. Hal ini diatur dalam Pasal 15 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, bahwa, setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan. Salah satunya, dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik. Namun, dalam praktiknya, amanah ketentuan tersebut sering kali dilanggar dan kurang diperhatikan berbagai pihak.
Penulis sendiri, melihat isu anak, khususnya dalam pelaksanaan pilkada, setidak-tidaknya menyangkut beberapa persoalan. Pertama, perlindungan anak belum menjadi isu utama yang diperhatikan para calon kepala daerah.
Jika kita amati, sering kali isu perlindungan anak terpinggirkan di tahun politik. Hal itu disebabkan isu perlindungan anak dirasa kurang begitu seksi dan kurang mampu menaikkan angka elektoral para calon kepala daerah. Padahal, anak merupakan generasi yang akan meneruskan estafet kepemimpinan di masa depan.
Kedua, lemahnya regulasi yang melindungi kepentingan anak dalam kegiatan-kegiatan politik praktis. Padahal itu sudah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014, tentang Perlindungan Anak. Namun, belum ada sanksi yang tegas bagi para pihak yang melibatkan anak dalam kegiatan politik praktis.
Begitupun, dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, tidak diatur secara tegas larangan pelibatan anak dalam kegiatan kampanye politik. Padahal, dalam Pasal 280 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, disebutkan dalam kegiatan kampanye dilarang untuk mengikutsertakan, salah satunya, WNI yang tidak memiliki hak memilih atau secara implisit dapat dikatakan, termasuk kalangan anak. Tentunya, sangat disayangkan ketentuan dalam UU Pemilu tersebut tidak diakomodasi dalam UU Pilkada.
Untuk mengatasi permasalahan regulasi tersebut, baik KPU, Bawaslu, KPAI, dan Kemen PPPA telah mengeluarkan Surat Edaran Bersama (SEB), tentang Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Tahun 2020 yang Ramah Anak.
Dalam Surat Edaran Bersama itu diatur mengenai berbagai upaya mulai dari pencegahan, penyediaan layanan, serta pengawasan terkait penyalahgunaan anak dalam kegiatan politik praktis.
Adanya surat edaran bersama itu tentunya patut kita apresiasi sebagai upaya untuk mencegah anak menjadi korban dalam kegiatan politik praktis.
Akan tetapi, ke depan, para stakeholders masih perlu memikirkan upaya untuk menjamin perlindungan anak dari penyalahgunaan kegiatan politik, dengan regulasi yang tegas maupun kebijakan yang menempatkan isu-isu dan kepentingan terbaik anak dalam setiap kegiatan elektoral.
PENATAAN ruang digital harus mampu mewujudkan perlindungan setiap warga negara sekaligus mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia.
Setiap anak memiliki potensi luar biasa dan peran orangtua sangat menentukan bagaimana potensi itu tumbuh.
Tidak hanya menyenangkan, bermain juga diakui sebagai sarana penting untuk menumbuhkan berbagai keterampilan hidup yang esensial.
Langkah yang dapat dilakukan orangtua dalam mendorong anak supaya terbiasa mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi antara lain melalui pembelajaran dari kebiasaan sehari-hari.
Kebiasaan makan bergizi seimbang beragam dan aman pada anak bukan semata tentang apa yang disajikan, namun juga penanaman nilai gizi secara konsisten dalam keluarga.
Orangtua dianjurkan untuk menyajikan camilan sehat seperti buah potong segar, jagung rebus, ubi kukus, bola-bola tempe, puding susu tanpa gula tambahan, atau dadar sayur mini.
Para konsultan ini sebenarnya memiliki opini-opini, terlebih saat diskusi. Namun, untuk menuangkannya ke dalam bentuk tulisan tetap perlu diasah.
Sebagaimana dirumuskan para pendiri bangsa, demokrasi Indonesia dibangun di atas kesepakatan kebangsaan—yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Hasan mengemukakan pemerintah tak pernah mempermasalahkan tulisan opini selama ini. Hasan menyebut pemerintah tak pernah mengkomplain tulisan opini.
Perlu dibuktikan apakah teror tersebut benar terjadi sehingga menghindari saling tuduh dan saling curiga.
Dugaan intimidasi terjadi usai tayangnya opini yang mengkritik pengangkatan jenderal TNI pada jabatan sipil, termasuk sebagai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Yogi Firmansyah, merupakan aparatur sipil negara di Kementerian Keuangan dan sedang Kuliah S2 di Magister Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved